KEMENANGAN YANG SUNYI (Sebuah Ungkapan Idul Fitri Ditengah Pandemi) - ILMU BAROKAH MANFAAT

Recent

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Sunday, May 24, 2020

KEMENANGAN YANG SUNYI (Sebuah Ungkapan Idul Fitri Ditengah Pandemi)


Pernahkah Anda bermain game bersama teman secara berkelompok? Apakah yang Anda dan teman-teman perbuat saat memenangkan game tersebut? Mungkin Anda akan tertawa, berteriak atau bahkan saling melempar candaan satu sama lain. Tapi, bagaimana jika ungkapan kemenangan itu terpaksa terbungkam oleh hal tak terduga?

Itulah yangsedang terjadi saat ini. Perjuangan menyeimbangkan hawa nafsu selama bulan Ramadhan yang harusnya diakhiri dengan ekspresi kemenangan, namun ekspresi itu tak lagi se-indah dulu. Idul Fitri tahun ini umat manusia dihebohkan dengan sebuah pandemi yang mematikan. Pandemi ini telah membuat umat manusia kalang kabut. 

Munculnya sebuah virus di Wuhan China beberapa bulan lalu, seakan menjadi mimpi buruk bagi umat manusia. Betapa tidak, virus ini telah merenggut lebih dari 300.000 jiwa di seluruh dunia. Sementara itu, tak kurang dari 5 juta penduduk dunia telah terkonfirmasi terserang virus ini. Virus yang mematikan tersebut selanjutnya kita kenal dengan virus Corona. 

Berbagai sektor kehidupan terdampak akibat munculnya virus ini. Sektor perbankan, pariwisata, perhubungan, perkantoran bahkan pendidikan ikut terhambat. Berbagai aktivitas yang biasa dilakukan bersama, kini tak lagi dapat terlaksana. Seluruh manusia harus menjaga jarak. Hal ini untuk mencegah penyebaran virus yang mematikan ini. 
Luasnya dampak yang ditimbulkan oleh virus Corona tersebut tak urung menghambat aktifitas ibadah umat beragama. Tempat-tempat ibadah yang biasanya dipadati kini sepi dan sunyi. Beberapa gereja telah mengadakan misa via daring pada masa darurat ini. Pura dan wihara membatasi jumlah jemaat dalam setiap aktivitasnya. Masjid pun yang merupakan tempat ibadah umat Islam juga diperketat. 

Shalat Jum'at dan shalat berjamaah yang biasa dilaksanakan di masjid kini dibatasi. Bahkan di beberapa wilayah aktivitas ibadah itu ditiadakan. Hal ini setidaknya telah membuat umat Islam terpaksa menyesuaikan diri. Bahkan di bulan Ramadhan aktivitas ibadah dalam masjid justru tidak lagi menjadi anjuran. Masyarakat dihimbau untuk melakukan ibadah-ibadahnya di rumah masing-masing. 
Kemeriahan yang lazim muuncul menjelang akhir bulan ramadhan, kini tak lagi muncul. Takbir keliling, mudik, bercengkrama dengan keluarga besar, bahkan shalat idul Fitri di masjid dan lapangan kini dilarang. Tawa riang anak-anak kecil berebut amplop lebaran tak lagi riuh. Kini kemenangan itu sunyi. Hari Kemenangan di tahun ini sungguh berbeda dan tak lazim. 

Peristiwa yang hampir serupa pernah menimpa nusantara seabad yang lalu. Menurut M.C Ricklefs dalam bukunya yang berjudul "Mengislamkan Jawa" saat flu Spanyol menyerang pulau Jawa, kematian terjadi di lmana-mana. Bahkan pandemi tersebut membuat orang-orang pribumi menutup rumah dan tidak berani melakukan aktivitas seperti biasanya. Keraton Yogyakarta bahkan mengarak pusaka istana untuk berusaha menghilangkan penyakit tersebut. 
Apa yang terjadi pada hari ini sungguh hampir tidak jauh berbeda. Hanya saja masyarakat telah lebih teredukasi melalui berbagai saluran informasi. Namun, perayaan Idul Fitri yang tak lazim ini telah membuat banyak orang tidak nyaman. Sebab dalam kondisi normal, mereka selalu merayakan hari kemenangan dengan penuh sukacita dan melakukan berbagai aktivitas yang khas lainnya. 
Namun, yang perlu kita ingat adalah apa yang terjadi saat ini adalah bukan sebuah kondisi yang normal. Artinya, kelaziman yang biasa dilakukan saat hari raya bisa saja tidak dilakukan. Sebab, segala sesuatu yang disandarkan pada kelaziman dan kebiasaan, maka pelaksanaannya bukanlah sebuah kewajiban yang mutlak. 

Bagaimanapun juga merayakan kemenangan dengan cara sunyi ini tetaplah sebuah kemenangan. Sebab apabila kita merayakan kemenangan ini dengan hiruk pikuk dan riuh canda tawa dengan berkumpul, maka kita akan terjatuh kedalam kekalahan yang lebih besar. Justru dengan sepi dan sunyi inilah kita akan memperoleh kemenangan yang sesungguhnya. Sebab dengan merayakan kemenangan secara sepi dan sunyi, maka akan lebih banyak jiwa yang terselamatkan. Bagaimanapun juga, menyelamatkan jiwa dan nyawa manusia jauh lebih penting daripada sekedar mempertahankan kebiasaan yang justru berdampak buruk dalam kondisi darurat seperti saat ini.

1 comment:

Post Top Ad

Responsive Ads Here