MINIMNYA UPAYA TOKOH MASYARAKAT DALAM UPAYA PENYADARAN (Masyarakat Patokan Yang Minim Kesadaran) - ILMU BAROKAH MANFAAT

Recent

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Sunday, June 18, 2017

MINIMNYA UPAYA TOKOH MASYARAKAT DALAM UPAYA PENYADARAN (Masyarakat Patokan Yang Minim Kesadaran)

Oleh:
Teguh Kasiyanto
NIM : 140910302053
Email: teguhkasiyanto@gmail.com

ABSTRAK

Situbondo merupakan sebuah kabupaten yang terletak di kawasan tapal kuda.  Kabupaten Situbondo selain terkenal dengan suku Madura nya yang memiliki logat khas, yang juga dikenal dengan sebutan kota santri. Menurut indeks bencana yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Provinsi Jawa Timur memiliki potebsi bencana sebagai berikut:  Banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran permukiman, kekeringan, cuaca ekstrem, longsor, gunung api, abrasi, Kjbakaran hutan dan lahan, gagal teknologi, epidemi dan wabah penyakit. Kelurahan Patokan terdiri dari beberapa lingkungan. Lingkungan lingkungan tersebut adalah sebagai berikut:  lingkungan Karang Asem, lingkungan Mulya Utama, lingkungan Plaosa, lingkungan Krajan, lingkungan Krajan Patokan Utara, dan lingkungan Krajan Karang Kerik. Kelurahan ini tercatat pernah diterjang dua kali banjir besar dari Sungai Sampeyan.Banjir yang terjadi pada tahun 2002 dan pada tahun 2008 sama-sama meninggalkan dampak yang besar. Tokoh Masyarakat memiliki peranan yang besar dalam penanganan banjir tersebut. Tokoh masyarakat memiliki peranan besar dalam mengembalikan kehidupan masyarakat mereka. Karena merekalah yang paling dekat dengan masyarakat bukan pejabat maupun donatur. Akan tetapi peran tokoh masyarakat tersebut seakan terbenam setelah masa darurat banjir berakhir. Padahal seharusnya mereka tidak berhenti mengawal kesadaran masyarakat dalam upaya pencegahan banjir. Padahal masyarakat butuh dibimbing untuk tercapainya kesadaran akan pentingnya merawat lingkungan agar terhindar dari banjir. Dalam penelitian ini saya menggunakan metode kualitatif sebagai landasan untuk melaksanakan dan mencari data di Kelurahan Patokan. Teori yang saya terapkan adalah teori kontrol sosial Faucaulit. Dengan kesimpulan akhir tokoh masyarakat setempat tidak bertindak yang seharusnya.
Kata kunci: Tokoh Masyarakat, Kesadaran, Lingkungan

PENDAHULUAN

         Situbondo merupakan sebuah kabupaten yang terletak di kawasan tapal kuda. Daerah ini terletak di sekitar pantai utara Jawa bagian timur. Sebagaimana kota-kota di pesisir Utara Jawa bagian timur, penduduk Situbondo mayoritas dihuni oleh masyarakat Madura yang memiliki corak kekhasan yang unik.
         Kabupaten Situbondo selain terkenal dengan suku Madura nya yang memiliki logat khas, yang juga dikenal dengan sebutan kota santri. Hal ini dibuktikan dengan adanya pondok pesantren pondok pesantren yang dapat berkembang dengan baik di daerah ini. Terutama dengan adanya dua Pesantren besar yaitu pondok pesantren Wali Songo dan pondok pesantren Sukorejo Asembagus. 2 Pondok Pesantren ini memiliki jumlah santri yang sangat melimpah bahkan menurut salah satu acara yang membahas kepesantrenan di stasiun televisi Indosiar tahun 2010 disebut-sebut santri dari 2 Pondok Pesantren ini mencapai lebih dari 25.000 orang Santri.
         Menurut indeks bencana yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Provinsi Jawa Timur memiliki potebsi bencana sebagai berikut:  Banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran permukiman, kekeringan, cuaca ekstrem, longsor, gunung api, abrasi, kebakaran hutan dan lahan, gagal teknologi, epidemi dan wabah penyakit.  Sebagaimana kota-kota di pesisir Utara Pulau Jawa yang memiliki dataran rendah, Kabupaten Situbondo juga memiliki kenampakan geografis pada perkotaan nya berupa dataran rendah. Daerah-daerah dengan perkotaan yang berupa dataran rendah sangat berisiko ditimpa banjir, baik banjir genangan maupun banjir bandang. Menurut indeks rawan bencana Indonesia yang dirilis oleh pnbp pada 2014, Kabupaten Situbondo memiliki skor kerawanan 91 dan tergolong kelas tinggi. Sementara itu menurut rangking nasional Kabupaten Situbondo masuk ranking 47. Sedangkan pada linking regional berdasarkan skor kerawanan Kabupaten Situbondo masuk peringkat 3 besar Kabupaten dengan kerawanan bencana yang tinggi.
         Banjir bandang ataupun banjir dapat menimbulkan berbagai macam dampak negatif terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam setiap bencana yang menimpa masyarakat meninggalkan dampak negatif yang membutuhkan waktu cukup lama untuk merekonstruksi seluruh sarana dan prasarana yang rusak. Dalam banjir tahun 2002 sebagaimana dikutip dari Tempo Interaktif dinyatakan bahwa banjir bandang yang menerjang kawasan kota Situbondo menyebabkan lumpuhnya aktivitas masyarakat. Berikut berita yang dimuat dalam Tempo Interaktif:
"Situbondo Lumpuh Total Diguyur Hujan dan Banjir Bandang
SELASA, 05 FEBRUARI 2002 | 13:48 WIB
TEMPO Interaktif, Situbondo:Hujan deras dan banjir bandang kembali melanda kawasan Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, tengah malam tadi, menyusul hujan deras beberapa jam sebelumnya. Evakuasi warga berlangsung gencar, sementara jalur transportasi sejumlah kawasan di Situbondo lumpuh total.  “Tidak ada kendaraan umum, sepeda motor atau mobil pribadi yang berani beroperasi di jalanan. Mereka yang sedang di jalan memilih mengehentikan perjalanan karena luapan air yang memenuhi ruas-ruas jalan,” ujar Kapten Inf. Sapto Lanjut, Perwira Siaga Kodim Situbondo, ketika dihubungi Tempo News Room di Markas Kodim Situbondo. Sapto menerangkan banjir kali ini hampir menyeluruh di kawasan Situbondo terutama di perkotaan. Ketinggian air berkisar 1 meter hingga 2,5 meter. Paling parah terjadi Desa Adirejo, dimana luapan air telah merendam pemukiman penduduk. “Warga terpaksa dievakuasi ke tempat yang lebih tinggi,” ujar Sapto. Bahkan, Markas Kodim Situbondo juga tidak luput digenangi air di atas lutut. Kemarin Situbondo dilanda banjir susulan setelah air bah disertai lumpur menerjang kota santri tersebut beberapa hari lalu. Arus transportasi darat dari Probolinggo menuju Banyuwangi dan Bali ditutup oleh polisi menyusul rusaknya jembatan akibat banjir dan hujan deras kemarin. Praktis, jalur Jawa-Bali melewati Situbondo terputus. Polisi mengalihkan lewat jalur selatan yakni melintasi Jember kemudian Banyuwangi terus ke Bali. (Purwanto)"
Dari berita tersebut dapat digambarkan betapa banjir bandang yang melanda Kabupaten Situbondo menimbulkan terhentinya aktivitas masyarakat, baik masyarakat di tempat kejadian maupun masyarakat yang berasal dari daerah lain. Terhentinya perekonomian juga dapat menghambat laju pertumbuhan sebuah daerah. Ditambah lagi terjadinya pengalihan arus lalu lintas dari Situbondo ke jalur selatan juga menyebabkan tersendatnya perekonomian baik di Jawa maupun di Bali. Tidak hanya itu, banjir bandang yang terjadi mengakibatkan rusaknya infrastruktur yang ada. Rumah-rumah penduduk juga tidak luput dari sasaran banjir. Maka sudah pasti jika dalam beberapa hari setelah kejadian banjir bandang ini akan dihabiskan untuk melakukan berbagai perbaikan dalam berbagai sektor.
         Upaya rehabilitasi dalam rangka pemulihan pasca bencana banjir pun dilakukan serentak bersama-sama baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat sendiri. Upaya mengatasi bencana tersebut dilakukan dengan memperbaiki dan menata kembali seluruh tatanan kehidupan masyarakat. Namun upaya perbaikan saja tidak cukup untuk menghindarkan daerah ini dari kemungkinan terjadinya banjir banjir pada masa-masa berikutnya. Perlu diadakan sebuah pencegahan yang dilakukan di sejarah sinergis baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.
         Kesadaran menjadi hal yang penting untuk dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat guna mencegah kemungkinan terjadinya banjir di kemudian hari. Namun peristiwa banjir yang seharusnya mampu memberikan penyadaran terhadap masyarakat di kelurahan Patokan Situbondo justru belum cukup mengantarkan mereka ke dalam kesadaran terhadap pencegahan bencana. Masyarakat masih memelihara budaya-budaya buruk yang dapat beri siku terhadap kelestarian dan menghambat upaya pencegahan banjir. Kebiasaan buruk seperti halnya membuang sampah di aliran sungai masih terus dilangsungkan hingga sekarang. Berbagai alasan mereka utarakan untuk membenarkan tindakan yang mereka lakukan. Salah satunya adalah kepercayaan jika banjir tidak akan terjadi lagi dengan di perbaikinya Dam dan sirine tanda bahaya jika sewaktu-waktu air mencapai ketinggian yang menghawatirkan.
         Masyarakat di wilayah Kabupaten Situbondo masih memiliki kultur sebagaimana masyarakat komunal. Artinya masyarakat di daerah ini memiliki hubungan kekerabatan dan artinya masyarakat di daerah ini memiliki hubungan kekerabatan dan hubungan dengan tokoh masyarakat yang sangat. Walaupun untuk di daerah perkotaan individualistis mulai muncul, namun hal tersebut tidak menghapus sifat komunal secara sepenuhnya. Oleh sebab itu maka rumusan masalah dari karya tulis ini adalah, "Bagaimana seharusnya tokoh masyarakat berperan dalam upaya pencegahan banjir.?"
         Teori yang saya terapkan dalam penelitian ini adalah teori kontrol sosial milik Fsucault. Teori ini untuk mempermudah kita dalam membaca fenomena. Yakni untuk mengetahui apakah tokoh masyarakat setempat melanggar keteraturan ataukah tidak. Sekaligus mempermudah kita untuk mengetahui apa yang seharusnya dilakukan oleh tokoh masyarakat setempat.
        Dalam penelitian ini saya menggunakan metode kualitatif sebagai landasan untuk melaksanakan dan mencari data di lapangan. Wawancara menjadi salah satu cara yang efektif untuk menggali setiap data yang dimiliki oleh tokoh masyarakat di kelurahan Patokan Kecamatan Situbondo. Jenis wawancara yang dipilih adalah wawancara tak terstruktur. Menurut Cresswell wawancara tak terstruktur adalah wawancara terbuka dan membuat catatan-catatan wawancara. Selain itu wawancara tak terstruktur dapat dilakukan dengan wawancara terbuka,  merekam wawancara tersebut dan menulis wawancara tersebut. Dalam penulisannya, saya menggunakan metode deskriptif, agar setiap data yang diperoleh dapat dituangkan kedalam sebuah tulisan yang mudah dipahami.



PEMBAHASAN

Sekilas Tentang Kelurahan Patokan
         Kabupatenmerupakan sebuah kabupaten yang terletak di kawasan Tapal Kuda. Daerah ini terletak di sekitar pantai utara Jawa bagian tiurmur. Sebagaimana kota-kota di pesisir Utara Jawa bagian timur, penduduk Situbondo mayoritas dihuni oleh masyarakat Madura yang memiliki corak kekhasan yang unik. Menurut​data yang dikeluarkan oleh KEMENDES letak geografis kabupaten Situbondo adalah sebagai berikut:
"Kabupaten ini terletak di pesisir Utara Pulau jawa, dikawasan tapal kuda dan dikelilingi oleh perkebunan tebu, tembakau, hutan lindung Baluran dan lokasi usaha perikanan. Dengan letaknya yang strategis, di tengah jalur transportasi Jawa Bali, kegiatan perekonomiannya tampak aktif. Situbondo mempunyai Pelabuhan Panarukan yang terkenal sebagai ujung timur dari jalan raya Pos Anyer-panarukan di pulau Jawa yang dibangun oleh Daendels pada era kolonial Belanda."
Sementara itu menurut data yang disampaikan oleh KEMENDES letak geografis kabupaten adalah sebagai berikut:
"Kabupaten Situbondo merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang letaknya berada di ujung timur pulau Jawa bagian utara dengan posisi antara 7°35′ – 7°44′ lintang Selatan dan 113°30′ – 114°42′ Bujur Timur. Letak Kabupaten Situbondo di sebelah Utara berbatasan dengan selat Madura, sebelah timur berbatasan dengan selat Bali, sebelah selatan dengan kabupaten Bondowoso dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo. Luas Kabupaten Situbondo adalah 1.638,50 Km2 atau 163.850 Ha, bentuknya memanjang dari barat ke timur lebih kurang 140 km. Pantai Utara pada umumnya berdataran rendah dan di sebelah selatan berdataran tinggi. Wilayah Kecamatan terluas adalah kecamatan Banyuputih, dengan luas 481,67 km2. Disebabkan oleh luasnya hutan jati di perbatasan antara kecamatan Banyuputih dengan wilayah Banyuwangi Utara. Sedangkan kecamatan terkecuali adalah kecamatan Besuki yaitu 26,41 km2. Dari 17 kecamatan yang ada diantaranya terdiri dari 13 kecamatan yang memiliki pantai dan 4 kecamatan yang tidak memiliki pantai, yaitu Kecamatan Sumberrnalang kecantikan Jatibanteng Kecamatan Situbondo dan Kecamatan Panji.
Dari keterangan diatas, dapat kita ketahui jika Kelurahan Patokan yang termasuk kedalam Kecamatan Situbondo adalah salah satu Kelurahan yang tidak memiliki pantai. Kelurahan Patokan secara administratif masuk ke dalam wilayah kecamatan Situbondo. Letak Kelurahan ini tidak jauh dari alun-alun kota Situbondo. Kelurahan Patokan Secara geografis tergolong daerah di dataran rendah. Sehingga memiliki potensi bencana banjir yang cukup tinggi.
         Kelurahan Patokan terdiri dari beberapa lingkungan. Lingkungan lingkungan tersebut adalah sebagai berikut:  lingkungan Karang Asem, lingkungan Mulya Utama, lingkungan Plaosa, lingkungan Krajan, lingkungan Krajan Patokan Utara, dan lingkungan Krajan Karang Kerik. Menurut laporan jumlah penduduk Kelurahan Patokan bulan Desember 2016 jumlah penduduk Kelurahan patokan adalah: lingkungan Karang Asem 2.928 jiwa, lingkungan Mulya Utama 2.851 jiwa, lingkungan Plaosa 2.368 jiwa, lingkungan Krajan 2.195 jiwa, lingkungan Krajan Patokan Utara 1.832 jiwa, dan lingkungan Krajan Karang Kerik 1.227 jiwa. Sehingga jumlah populasi total penduduk Kelurahan Patokan per Desember 2016 adalah 13.401 jiwa. Dengan jumlah penduduk di atas sepuluh ribu jiwa dapat kita katakan jika populasi di Kelurahan patokan sangat padat.

Catatan Tentang Banjir
         Kabupaten Situbondo dalam catatan dan ingatan masyarakat Setidaknya pernah diterjang beberapa kali banjir. Jika kita amati banjir banjir tersebut membentuk pola angka dari segi terjadinya. Banjir banjir tersebut diantaranya terjadi pada tahun 1982, tahun 1987, tahun 2002, dan tahun 2008. Penyebab dari setiap banjir yang terjadi adalah berasal dari Sungai sampeyan yang memiliki pulau di Kabupaten Bondowoso. Menurut salah seorang istri dari wakil RT yaitu Bu Nono banjir pada tahun 2002 dan pada tahun 2008 lah yang memiliki dampak sangat signifikan.
         Banjir yang terjadi pada tahun 2002 dan pada tahun 2008 sama-sama meninggalkan dampak yang besar. Masih menurut penuturan Bu Nono banjir pada tahun 2002 menggenangi daerah yang luas. "Banjir yang 2002 itu hampir menggenangi rumah saya, kalau yang 2008 cuma sampai di rumah tetangga." Begitu ujarnya dalam wawancara yang kami lakukan pada tanggal 19 Abdel 2017 di kediaman beliau.  Pada banjir 2002 rumah-rumah hanya tergenangi oleh akhir dari Suwung Sampean Baru. Akan tetapi pada tahun 2008 bankir memantapkan kerusakan rumah penduduk yang sangat parah, bahkan beberapa rumah hanya tinggal pondasi nya saja. Akibat dari banjir pada tahun 2008 beberapa keluarga harus direlokasi ke daerah lain dengan pertimbangan keselamatan.
         Banjir yang terjadi pada tahun 2008 masih meninggalkan bekas luka yang mendalam. Rasa cemas dan khawatir saat hujan terjadi di Bondowoso masih terus membayangi benar penduduk. Rasa ketakutan akan terjadinya banjir serupa masih sering menghinggapi benar pikiran penduduk Kelurahan Patokan. Beberapa orang yang rumahnya diterjang banjir pada tahun 2008 mengalami shock berat. Mereka seakan tidak percaya jika rumah yang selama ini mereka tempati rusak karena diterjang kedahsyatan banjir. Bahkan sepasang suami istri yang rumahnya baru direnovasi saat banjir terjadi, mengalami syok berat yang kemudian mereka berdua meninggal dunia dalam kondisi tidak siap menghadapi kenyataan. Sebagaimana penuturan Bu Nono, "Ada orang baru bangun rumah, baru ditempati beberapa Minggu, habis berapa juta gitu, rumahnya kena banjir. Setelah itu orang itu meninggal. Tinggal dua orang anak nya saja. Dan sekarang bangunannya sudah bersih tidak ada sisanya." Kesedihan yang mendalam tidak hanya dialami oleh mereka yang keluarganya meninggal. Akan tetapi juga oleh mereka yang mengalami kerusakan rumah dan barang-barang yang sangat banyak.
         Sebuah bencana yang terjadi tidak hanya akan meninggalkan jejak negatif. Akan tetapi bencana yang terjadi juga akan meninggalkan jejak di yang positif. Sebagai contoh, pondok pesantren Misbahul Ulum sebelum tahun 2008 bangunannya masih sangat sederhana. Namun karena diterjang banjir akhirnya pondok tersebutpun mengalami kerusakan yang sangat parah. Karena memang jarak Pondok tersebut dengan pinggiran sungai hanya beberapa meter saja. Setelah banjir terjadi Pondok ini mendapatkan bantuan yang cukup untuk membangun bangunan baru yang lebih baik dan lebih layak daripada bangunan sebelum banjir terjadi. Sebagaimana penuturan pengasuh pondok pesantren Misbahul Ulum yang kami temui pada tanggal 17 April 2017, "jadi ya sebelum banjir 2008 Pondok ini masih biasa. Tetapi Alhamdulillah karena adanya bantuan dari pemerintah pusat setelah banjir terjadi kami dapat membangun bangunan pondok yang lebih baik daripada sebelumnya."
         Banjir bandang yang pernah terjadi memang membawa dampak yang beragam. Ada warga yang harus bersedih karena ditinggalkan oleh anggota keluarga. Ada yang harus meninggalkan rumah yang selama ini ditempatinya. Ada pula yang merasakan dampak positif karena mendapat anugerah yang melimpah setelah banjir terjadi. Ingatan tentang banjir masih terus membekas dalam ingatan warga kelurahan Patokan. Ingatan tersebut secara tidak langsung menimbulkan rasa khawatir saat hujan mengguyur kabupaten Bondowoso. Sebagaimana diungkapkan beberapa warga terhadap kami.
Peran Tokoh Masyarakat Dalam Proses Rehabilitasi Masyarakat Pasca Banjir
         Tokoh Masyarakat adalah orang yang menjadi panutan dalam sebuah wilayah atau daerah tertentu. Tokoh masyarakat di suatu daerah tergantung terhadap kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada orang yang mereka anut. Tokoh masyarakat biasanya berasal dari jabatan-jabatan administratif seperti ketua RT, ketua RW, kepala dusun, kepala desa, Bupati, anggota dewan, bahkan seorang tentara atau polisi sekalipun. Sementara itu seorang tokoh masyarakat juga dapat berasal dari tokoh agama tokoh adat atau bahkan orang yang dituakan di daerah tersebut. Perlakuan masyarakat terhadap tokoh masyarakat pun di satu daerah dengan daerah lain juga akan berbeda.
         Seorang tokoh masyarakat tanpa disadari memiliki peranan yang besar dalam kehidupan bermasyarakat. Peran-peran tokoh masyarakat tersebut di berbagai sektor kehidupan, tak terkecuali dalam proses rehabilitasi pasca bencana dan upaya penanaman kesadaran terhadap masyarakat.  Karena memang tokoh masyarakat lah  yang memiliki kedekatan terhadap masyarakat kalangan bawah. Dari kedekatan inilah hubungan antara tokoh masyarakat dan masyarakat pada umumnya terjalin secara erat. Hubungan diantara mereka adalah hubungan yang menimbulkan kepercayaan bersama. Menurut Coleman, kepercayaan bersama itu tergambar sebagai berikut:
"Adanya dorongan tambahan untuk memberikan dan menjaga kepercayaan dalam sebuah relasi kepercayaan bersama memunculkan dua prediksi pertama, pemberi kepercayaan yang terlibat dalam sebuah relasi kepercayaan asimetris akan terdorong mengubah relasi tersebut menjadi relasi kepercayaan bersama (jika Kay ingin mempercayai Jay, maka ia berkepentingan untuk berusaha mendapatkan kepercayaan dari Jay). Kedua, jika sebuah relasi melibatkan sebuah kepercayaan bersama, maka kedua belah pihak seharusnya lebih berupaya untuk dapat dipercaya daripada penerima kepercayaan dalam sebuah relasi kepercayaan asimetris (Jika Kay dan Jay saling mempercayai, maka keduanya tidak mungkin merusak kepercayaan sebagaimana penerima kepercayaan dalam sebuah relasi satu orang yang percaya). Satu darah yang dapat dilakukan oleh pemberi kepercayaan, Kay, agar penerima kepercayaan Jay, mempercayainya adalah berusaha untuk menciptakan situasi agar Jay menjadi pemberi kepercayaan (misalnya dengan membujuk C supaya menolong)." (Coleman, 2013:242).
         Banjir yang melanda kelurahan Patokan Kabupaten Situbondo pada tahun 2008 meninggalkan sepenggal kisah teladan. Banjir yang melanda di area yang lebih luas daripada di tahun 2002, menyebabkan kepanikan di kalangan masyarakat. Karena banjir ini, beberapa rumah hancur tinggal pondasinya saja. Kaum laki-laki harus berjaga-jaga di rumah masing-masing, sementara kaum wanita mengungsi di tempat yang aman. Meskipun demikian, ada sebagian kaum wanita yang tidak ikut mengungsi karena rumahnya tidak terkena langsung oleh banjir. Mereka ikut membantu kaum lelaki menjaga rumah dan barang-barang milik tetangganya yang ditinggal mengungsi. Bu Nono istri seorang wakil RT menceritakan kondisi saat banjir terjadi:
"Waktu itu disini banjir dek. Banjirnya lebih besar daripada banjir-banjir sebelumnya. Rumah-rumah dibelakang ini sama disebelah tu kena banjir semua. Kalau yang di pinggir sungai sana tinggal pondasinya saja. Alhamdulillah rumah ibuk ndak kena waktu itu. Warga ngungsi ke Kantor PEMDA. Anak-anak, Ibu-ibu ngungsi semua. Kalau yang bapak-bapak jaga rumah. Ibuk disini sama bapak. Waktu itu banyak becak, kulkas, lemari, TV dan barang-barang elektronik yang ditinggal ngungsi dan diletakkan di pinggir jalan. Kalau ada banjir banyak yang mau mencuri barang-barang elektronik. Ndak tahu orang susah-susah malah mau disusahin lagi. Itu disebelah ada yang mau diambil sepedanya. Saya kan tahu. Itu saya teriak. Heeeee....!!! Jek kalak jiah, marenah eantem yeh....! +Heeeee....!!! Jangan diambil itu, nanti tak lempar ya). Orang itu lari pas dari sini. Kasihan dek. Bantuan ndak datang-datang. Lampu semua padam."
Dari pernyataan yang disampaikan oleh Bu Nono tersebut, sangat tampak peranya dalam usaha penanganan saat banjir. Sebagai seorang istri wakil RT, dia sangat ingin memiliki peran dalam membantu masyarakat yang sedang mengalami kesusahan. Ini dibuktikan dengan keikutsertaannya dalam menjaga keamanan.
         Seorang tokoh masyarakat yang baik juga memiliki keinginan membantu yang tulus. Seorang tokoh masyarakat juga akan selalu berusaha membantu masyarakatnya. Bu Nono melanjutkan penuturannya tentang kondisi setelah banjir terjadi,
"Setelah banjir itu bantuan ndak langsung datang dek. Air bersih sulit setelah banjir. Saya ikut masak untuk orang-orang yang ada di pengungsian. Kasihan dek. Waktu itu karena air bersih susah, ibuk ambil air dari Mimbaan. Ibu cari becak untuk angkut air dari Mimbaan ke pengungsian. Pulang pergi sepuluh ribu. Ibu bayar sendiri. Karena memang bantuan masih sangat sedikit. Tujuh hari ibu ambil air dari Mimbaan."
Pengorbanan yang dilakukan oleh ibu ini sangat besar. Bukan karena besar kecilnya bantuan, tapi karena sikap tanggapnya yang perlu dicontoh.
Pandangan Tokoh Masyarakat Tentang Bencana
         Pandangan seorang tokoh masyarakat juga memiliki dampak yang besar dalam tercapainya sebuah kesadaran. Dengan pengetahuan yang ia miliki, seorang tokoh masyarakat dapat membangun sebuah kesadaran dalam masyarakat. Oleh sebab itu, saat masyarakat memiliki kesadaran yang minim tentang pentingnya kehidupan yang aman dari bencana, tokoh masyarakat menjadi orang yang turut bersalah atas hal tersebut. Tokoh masyarakat harus lebih berperan dalam penanganan dan pencegahan bencana.
         Kabupaten Situbondo merupakan salah satu kabupaten yang memiliki populasi santri yang melimpah. Sehingga seorang Kyai memiliki pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat. Selain seorang Kyai pejabat pemerintahan juga memiliki pengaruh yang cukup dominan. Bagi masyarakat pedesaan seorang Kyai memiliki pengaruh yang besar terhadap masyarakat. Tetapi dalam masyarakat perkotaan peran seorang Kyai tidak cukup dominan. Pada Masyarakat perkotaan tokoh masyarakat yang berasal dari pemerintahan lah yang cukup didengar.
         Rencana pada umumnya dimaknai sebagai sebuah musibah. Namun pandangan tersebut akan sangat berbeda antara satu tokoh masyarakat dengan tokoh masyarakat yang lain. Menurut pengasuh pondok pesantren Misbahul Ulum Patokan Situbondo, beliau memaknai banjir atau bencana yang terjadi sebagai berikut:
"Bagi kami banjir itu bukan sebuah musibah, karena ada tiga hal antara azab, musibah dan ujian. Azab itu bagi orang yang lahir. Musibah itu bagi orang orang yang lalai. Sedangkan musibah itu untuk orang yang beriman. Tiga-tiganya ini sama-sama mendapat musibah, tapi beda. Semua seperti itu di dunia. Walaupun yang di atas gunung takut angin puting. Di pinggir pantai takut tsunami. Jadi anu mas, Jundullah tentaranya Allah ada angin, api, air. Angin, air, api ini tentaranya Allah jangan dilawan. Ini akan menghancurkan apa yang dikehendaki oleh Allah. Angin api air rencananya dari tiga ini. Makanya itu percaya bat hebat sekarang tapi kalau sudah tentaranya Allah berjalan hancur. Seberapa canggihnya Jepang dan Amerika Tetapi kalau sudah tiga ini hancur."
Dari pernyataan beliau tersebut, kita dapat mengetahui jika menurut beliau bencana itu tergantung menimpa siapa. Selama bencana itu menimpa orang Islam yang beriman, maka berarti bencana tersebut merupakan sebuah ujian yang akan meningkatkan derajat keimanannya. Sementara bencana yang menimpa orang-orang yang lalai atau telah berbuat dosa, itu merupakan sebuah musibah. Sedangkan bencana yang menimpa orang-orang kafir di luar Islam itu merupakan azab dari Allah subhanahu wa ta'ala.
         Pandangan tokoh masyarakat tersebut sangat tertanam kuat di masyarakat. Sehingga meskipun ada unsur keterlibatan manusia dalam bencana tersebut, keterlibatan manusia dalam bencana tersebut maka selama mereka adalah orang yang menganggap diri mereka beriman pasti menganggap bencana tersebut adalah sebuah ujian dari Allah subhanahu wa ta'ala. Padahal manusia dalam beberapa peristiwa bencana memiliki andil yang besar dalam terjadinya bencana tersebut. Baik bencana alam maupun bencana bencana teknologi. Pandangan yang demikian pada satu sisi memang akan berdampak positif pada masyarakat. Yakni mereka akan lebih berpikir positif terhadap Apa yang terjadi. Tetapi pada sisi lain, argumen ini dapat menghambat proses kesadaran masyarakat. Pandangan pandangan yang lebih membangun dapat terjadi di daerah ini. Sebagaimana yang terjadi pada daerah-daerah lain yang pernah mengalami bencana.
Kurangnya Kesadaran Tokoh Masyarakat Dalam Penyadaran Masyarakat Terhadap Kepedulian Lingkungan
         Kesadaran menjadi hal yang sangat penting harus dimiliki seluruh lapisan masyarakat jika mereka memiliki keinginan terbebas dari segala macam bencana yang memungkinkan terjadi. Di beberapa tempat yang lain, bencana yang terjadi  mendatangkan​kesadaran peduli pada lingkungan. Kesadaran tersebut berawal dari rasa ketakutan terhadap terjadinya banjir susulan atau bencana longsor susulan.
         Masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana biasanya kesadarannya terbangun secara perlahan. Sebagaimana kesadaran yang dimiliki oleh masyarakat yang berada di sekitar Lereng Merapi. Mereka dapat mengenali kondisi atau gejala alam Jika gunung merapi hendak meletus atau hendak mengalirkan lahar dingin nya. Sebagaimana dinyatakan oleh seorang Lurah dalam jurnal Badan Nasional penanggulangan bencana sebagai berikut:
"Menurut Kepala Desa Kepuharjo masyarakat pada dasarnya sudah memahami dan mengerti risiko hidup di sekitar Gunung Merapi. Sudah dari nenek moyang dulu masyarakat secara turun temurun bergantung hidup dan dihidupi dari ekologi Merapi. Hubungan manusia dengan alam inilah yang kemudian membentuk hubungan sosial, nilai, norma dan budaya masyarakat yang kemudian menjadi tradisi yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi masyarakat Kepuharjo, Gunung Merapi itu kadang dianggap sebagai sahabat dan kadang sebagai musuh. Jika sedang menjadi musuh, masyarakat harus menjauh dan mengungsi. Namun sebagai sahabat mesti didekati. Hingga sekarang, menurut Pak Lurah, masyarakat masih memiliki sistem pengetahuan lokal soal mitigasi bencana, khusunya Gunung Merapi. Misalnya, jika ada kilatan-kilatan terjadi di puncak gunung, maka kemungkinan mbleduknya tinggi, dan masyarakat harus mengungsi. Kalau dulu masih banyak hewan, maka pasti mereka akan turun. Atau jika ada suara kemrosok di atas maka itu tanda ada lahar dingin turun. Singkatnya, di Kepuharjo ini ada hubungan yang intim antara msyarakat secara sosial￾ekonomi dan budaya dengan Gunung Merapi. Interaksi antara masyarakat dan lingkungan alam Merapi yang telah terbangun berabad￾abad ini sebenaranya merupakan potensi yang perlu dijadikan dasar untuk pemulihan pasca bencana."
Lebih lanjut menurut Syamsul Maarif dkk, warga yang tinggal di sekitaran Gunung Merapi memiliki kesadaran yang tinggi terutama terhadap dampak yang akan mereka terima jika sewaktu-waktu Gunung Merapi meletus. Sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang cari sebagai berikut:
"Kami sudah hidup dengan merapi sejak lahir, kami terikat dengan tanah kami di sini, dan kami sadar akan bencana yang mengancam kami. Namun, kami juga tahu bagaimana menyikapi bencana. Karena sulit bagi kami kalau diminta meninggalkan tanah kelahiran kami ini..apapun risikonya kami akan tetap kembali dan hidup di sekitar merapi ini…” (Pak Carik Anglo Glagah Harjo)Menurut Pak Carik, masyarakat di Glagahharjo, khususnya di Srunen dan sekitarnya, sudah paham dan sadar hidup di sekitar Gunung Merapi. Setiap keluarga secara turun temurun diberitahukan adanya risiko bencana ini. Kehidupan yang intim dengan Merapi juga terjadi karena kebutuhan hidup dan kehidupan  mereka mempunyai hubungan yang kuat dengan alam di sekitar Merapi. Sebab itu, masyarakat meyakini memiliki “insting” sendiri menghadapi bahaya bencana Merapi."
Pernyataan tersebut mempertegas jika masyarakat yang tinggal di daerah yang rawan bencana memiliki kesadaran yang terus terbangun seiring pengetahuan dan pengalaman yang mereka dapatkan selama bencana tersebut terjadi. Selain itu pengetahuan yang didapat secara turun temurun dari leluhur juga turut serta memberikan sumbangan yang besar pada kesadaran yang dicapai.
         Pada kasus yang terjadi di masyarakat Kelurahan Patokan Kabupaten Situbondo, tidak terjadi sebagaimana yang disebutkan oleh Syamsul Maarif. Meskipun banjir sudah menerjang daerah ini sebanyak empat kali, dengan peristiwa banjir besar sebanyak dua kali, namun hal tersebut belum cukup mengubah kesadaran masyarakat. Yang terjadi justru pencemaran dan pembuangan sampah ke sungai masih terjadi. Menurut Pengasuh pondok pesantren Misbahul Ulum menyatakan: 'Kalau masyarakat disekitar sini masih banyak yang masih membuang sampah sembarangan. Tapi kalau di pondok ini saya terapkan kebersihan. Mulai dari kebersihan kamar sampai kebersihan halaman Pesantren harus tetap bersih."  Selain itu menurut Lurah Patokan dalam sambutannya saat pembukaan kegiatan Praktikum menyatakan jika di daerah tepian sungai juga ada pabrik pembuatan tempe yang limbahnya dibuang di sungai.
         Minimnya kesadaran tentang pentingnya kebersihan untuk pencegahan banjir ini, hingga saat ini masih terus berlangsung. Dalam dalam observasi yang kami lakukan terdapat fakta yang memprihatinkan. Sampah-sampah tidak teratasi. Selain itu kondisi Bantaran sungai yang tidak di plengseng, mengakibatkan potensi terjadinya banjir di kemudian hari sangat besar. Akan tetapi dengan kondisi yang memprihatinkan tersebut tidak menyebabkan masyarakat memiliki kesadaran untuk tidak membuang sampah dan limbah ke dalam Sungai sampeyan baru.
         Di daerah lain, setelah banjir terjadi ada perubahan yang terjadi di kalangan masyarakat setempat. Dalam penanganan banjir baik saat rehabilitasi maupun saat pencegahan terjadinya banjir dikemudian hari, partisipasi masyarakat memiliki peranan yang sangat besar. Menurut UNESCO,  besarnya peranan partisipasi masyarakat tersebut dikarenakan beberapa alasan. Alasan-alasan tersebut adalah:
Tidak ada yang lebih mengerti kesempatan dan hambatan setempat selain masyarakat itu sendiri.,
Tidak ada yang lebih tertarik untuk memahami bagaimana bertahan hidup dalam kondisi yang terancam daripada masyarakat itu sendiri.,
Masyarakat akan mengalami banyak kerugian apabila mereka telah dapat merumuskan keterbatasan mereka dan mengatasinya, namun masyarakat juga akan banyak memperoleh keuntungan apabila mereka dapat mengurangi dampak banjir.,
Masyarakat yang mandiri dapat membantu pemerintah dalam mengatasi banjir di daerah.
Dari beberapa alasan yang dikemukakan oleh UNESCO diatas, masyarakat Kelurahan Patokan sangat minim partisipasi mereka terhadap penanganan dan upaya terjadinya banjir dikemudian hari. Masyarakat tidak menunjukkan adanya perumusan mengenai permasalahan yang mereka hadapi.
         Selain itu, tokoh masyarakat seharusnya mengikuti kontrol peraturan sosial yang ada. Bukan hanya berdua dengan kondisi saat ini. Sama seperti yang telah disampaikan oleh Coleman tentang kepercayaan bersama. Nah, Faucaulit menjelaskan tentang kontrol sosial sebagai berikut:
"Faucaulit menyatakan bahwa kita mengkonstruksi penyimpangan seperti kejahatan dan homoseksualitas untuk "menirmalisir" perilaku tertentu dan mendisiplinkan perilaku lain. Konstruksi sosial penyimpangan tidak pernah netral karena dia selalu berdampak kepada penghakiman. Atas nilai kepantasan, yang mencerminkan dan memaksakan kekuasaan." (Agger, 2016:350).
Dengan demikian apa yang dilakukan oleh tokoh masyarakat setempat, dapat kita katakan melanggar apa yang selama ini diyakini oleh masyarakat. Yaitu seorang tokoh masyarakat dicitrakan sebagai orang yang membantu masyarakat, bukan justru tidak bertindak apa-apa.

KESIMPULAN
Masyarakat Kelurahan Patokan Kabupaten Situbondo memiliki corak kesadaran yang menarik untuk dia mati. Kelurahan yang memiliki penduduk mayoritas suku Madura ini memiliki beberapa pandangan yang menggambarkan kondisi sosial budayanya. Masyarakat Madura yang biasanya memiliki ketaatan dan kepatuhan tinggi terhadap tokoh masyarakatnya, tidak nampak terjadi pada masyarakat Kelurahan Patokan Situbondo. Namun bukan berarti pengaruh seorang tokoh masyarakat di daerah ini dengan serta-merta tidak ada. Akan tetapi pengaruh mereka tak sebesar pada masyarakat Madura di lingkungan lain.
Banjir yang telah menerjang Kelurahan ini beberapa kali sepanjang sejarah, tidak memiliki dampak besar terhadap kesadaran masyarakat akan bencana. Tokoh masyarakat yang harusnya memiliki peranan positif dalam upaya pencegahan bencana, tidak berjalan efektif di Kelurahan ini. Pandangan tokoh masyarakat terhadap bencana yang masih sangat tradisional membawa dampak yang kurang baik terhadap perkembangan kesadaran masyarakat. Namun bukan berarti tokoh masyarakat di daerah ini sama sekali tidak berperan dalam pembangunan masyarakat. Karena dari beberapa kali banjir yang terjadi, tokoh masyarakat berperan dalam upaya rehabilitasi pasca banjir. Namun sayangnya peran tokoh masyarakat tidak berlanjut pada fase penyadaran dan pentingnya merawat lingkungan. 
Dengan minimnya kesadaran yang dibangun oleh tokoh masyarakat, tokoh masyarakat mengakibatkan kurangnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan sekitar mereka. Pola hidup yang kurang sehat masih terus mereka laksanakan. Membuang sampah ke dalam Sungai masih terus dilakukan. Pada akhirnya saya simpulkan jika pada akhirnya saya simpulkan bahwa tokoh masyarakat setempat masih sangat minim perannya dalam pembangunan kesadaran terhadap pencegahan terjadinya banjir di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

Buku
BNPB, 2011, Indeks Rawan Bencana Indonesia, Jakarta
BNPB, 2012, Buku Saku Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi Bencana, Jakarta
BNPB, 2012, Jurnal Penanggulangan bencana, Vol 3, Jakarta, BNPB.
Coloman, James Arthur, 2013, Dasar-dasar Teori Sosial, Cetakan IV, Bandung, Penerbit Nusa Media
Cresswell, John Wiley, 2014, Penelitian Kualitatif & Desain Riset Memilih diantara lima pendekatan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Laporan Jumlah Penduduk Kelurahan Patokan Bulan Desember 2016
UNESCO Office, 2007, Petunjuk Praktis Partisipasi Masyarakat Dalam Penanggulangan Banjir, Jakarta, UNESCO Office.
Internet
https://www.google.co.id/amp/s/m.tempo.co/amphtml/read/news/2002/02/05/0582582/situbondo-lumpuh-total-diguyur-hujan-dan-banjir-bandang [02/04/2017:05.05.12]
http://ditjenpdt.kemendesa.go.id/potensi/district/14-kabupaten-situbondo

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad

Responsive Ads Here