AL KINDI, BAPAK FILSAFAT ISLAM (Bagian 5, Sifat Tuhan dan Relevansi Pemikiran Di Zaman Now) - ILMU BAROKAH MANFAAT

Recent

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Monday, July 23, 2018

AL KINDI, BAPAK FILSAFAT ISLAM (Bagian 5, Sifat Tuhan dan Relevansi Pemikiran Di Zaman Now)

By ; Teguh Kasiyanto

Sifat Tuhan
Sifat Tuhan adalah pembahasan yang sedang memanas pada abad ke-9 Masehi. Pembahasan sifat-sifat Tuhan tersebut sangatlah pelik sekaligus menarik untuk kita ketahui. Pada masa itu, sedang terdapat tiga aliran teologi yang berkembang saling bersaing untuk lebih maju. Ketiga aliran tersebut adalah  Musyabbihah, Asy'ariyyah dan Mu'tazilah.

Ketiga mazhab yang telah disebutkan di atas, memiliki ciri cirinya masing-masing. Golongan Pertama adalah Mazhab Musyabbihah adalah segolongan kaum yang menganggap jika Tuhan memiliki sifat dan bentuk seperti halnya manusia pada umumnya. Mega menyatakan Tuhan punya tangan kaki dan sebagainya, sebagaimana makhluk di dunia ini. Mereka juga menyatakan bahwa Tuhan duduk di suatu tempat.
Golongan kedua adalah golongan asy'ariyah. Golongan ini menyatakan bahwa Tuhan memiliki esensi dan sifat-sifat tersendiri yang berbeda dengan esensinya. Maksudnya, Tuhan mempunyai sifat Maha Kuasa, Maha Pencipta, Maha Pemurah dan seterusnya, dan semua sifat-sifat tersebut berbeda dengan zat atau esensi-Nya. Meski berbeda dengan esensi Tuhan, sifat-sifat tersebut sama sekali tidak sama dengan sifat-sifat yang ada pada makhluk. Mazhab tauhid inilah yang dianut oleh kalangan nahdliyin di Indonesia.
Golongan ketiga adalah golongan mu'tazilah. Golongan ini juga biasa disebut sebagai golongan muslim rasional. Kelompok ini memadukan antara dalil agama dengan dalil rasional. Mereka terbiasa mendekati dalil-dalil agama dengan dalil-dalil logika. Sehingga filsafat sangat berperan penting dalam kemajuan kaum mu'tazilah.
Al-kindi adalah seorang penganut Mu'tazilah. Oleh sebab itu, dia selalu berusaha menyampaikan setiap argumenya se-rasinal mungkin. Al-kindi membuat suatu uraian dan pembelaan yang mendalam atas pandanganya tentang sifat Tuhan. Al-kindi menguraikan dua sifat Tuhan yang penting. Dua sifat tersebut yaitu sifat Maha Esa (Wahdaniyyah) dan sifat tidak sama dengan makhluk (Mukhalafatu li al hawadits).
Al-kindi menjelaskan sifat keesaan Tuhan dengan dua cara. Cara pertama dia membedakan antara esa mutlak dan esa metaforis. Esa mutlak adalah keesaan esensial yang tidak terbagi, sedangkan esa metaforis adalah keesaan yang ada pada objek-objek terindra, yang memiliki sifat-sifat dan atribut-atribut tertentu, sehingga keesaannya tidak bersifat mutlak tetapi berganda. Menurut Al-Kindi, kita tidak boleh menyebut keesaan Tuhan itu sebagai satu dalam makna bilangan. Misalnya: Tuhan yang satu. Jika satu disini adalah bilangan, itu artinya satu adalah konsep. Karena bilangan adalah konsep tentang kuantitas. Kuantitas sendiri memiliki atribut-atribut yang tidak dapat dipisahkan. Maka jika kita menyatakan satu, berarti bilangan tersebut masih dapat dibagi lagi. Masing-masing dari bagian tersebut memiliki kesamaan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain. Bagian-bagian tersebut juga memiliki perbedaan antar yang satu dengan yang lain. Akan tetapi mereka dalam satu kesatuan bilangan satu. Jika kita menggunakan satu dalam makna bilangan, artinya akan ada bagian-bagian dari Tuhan yang memiliki kesamaan dan perbedaan. Bagaimana mungkin Tuhan memiliki bagian yang memiliki persamaan dan perbedaan dalam bagian bagian-Nya.? Bukankah perbedaan dan persamaan adalah konsep untuk makhluk.?
Al Kindi tidak cukup  nengungkapkan satu argumen untuk menunjukkan keesaan Tuhan. Dia selanjutnya mengungkapkan argumen kedua tentang keesaan Tuhan. Argumentasi tersebut adalah :
"Seandainya ada Tuhan lebih dari satu, maka mereka pasti majemuk dan berganda. Sebab, mereka pasti mempunyai satu sifat yang umum sebagai sebab pertama dan sifat pribadi yang membedakan antara satu dengan yang lain. Ini menunjukkan bahwa masing-masing Tuhan mempunyai lebih dari satu atribut, satu atribut yang dipakai bersama dan atribut lainnya yang membedakan antara yang satu dengan lainnya. Artinya, mereka majemuk. Jika majemuk, mereka butuh pendahulu yang menyiratkan bahwa Tuhan sebagai penyebab itu, butuh penyebab lainnya. Penyebab tersebut bisa satu atau jamak. Jika satu, maka ia adalah penyebab pertama satu-satunya, jika jamak, maka penyebab-penyebab tersebut juga butuh penyebab lainnya yang juga jamak. Begitu seterusnya sampai pada penyebab-penyebab lainya yang tidak terbatas, dan itu tidak mungkin. Karena itu, penyebab pertama tersebut pasti satu adanya. Esa tidak jamak dan berbeda dengan lainya."
Pendapat kedua Al-Kindi tersebut sangatlah kuat. Dengan dua argumen tersebut pula, Al-Kindi mampu mendebat konsep trinitas bermodal filsafat, bukan dogma. Bagi Al-Kindi, Menggunakan filsafat untuk membuktikan kebenaran, dianggap akan diterima oleh berbagai kalangan masyarakat.
Sifat kedua yang dibahas Al-Kindi adalah sifat tidak sama dengan makhluk. Sifat tersebut biasa disebut Mukhalafatu li al hawadits. Menurut Al-Kindi, Tuhan tidak dapat dijelaskan dengan negasi dan esensiNya tidak dapat diketahui. Kita hanya dapat mengetahui apa yang bukan Dia tetapi sama sekali bukan tentang Dia. Al-kindi mengatakan:
"Yang Esa bukanlah yang dapat dipahami, bukan unsur, bukan genus, bukan spesies, bukan persona, bukan, bukan difersia, bukan sifat, bukan kejadian, bukan gerakan, bukan jiwa, bukan pikiran, bukan keseluruhan, bukan bagian, bukan jumlah, bukan partikular, bukan hubungan, melainkan sesuatu yang mutlak yang tidak terpengaruh oleh jebergandaan. Dia tidak majemuk, tidak jamak bukan sesuatu yang dapat dimasukkan dalam konsep-konsep diatas, bukan yang namanya dapat dianggap berasal dari atribut-atribut suatu pun."
" Karena itu Yang Esa tidak terkatakan, tidak berbentuk, tidak berukuran,, dan tidak ada hubungannya. Dia tidak dapat digambarkan oleh kata-kata. Dia tanpa diferensia atau kepribadian atau sifat atau kejadian atau gerakan. Dia tidak dapat dilukiskan oleh sifat apapun kecuali keesaan. Dia adalah murni dan mutlak, saya tidak mengartikan apapun kecuali keesaan mutlak, sehingga apapun bentuk keesaan selain Nya adalah jamak."
"Yang esa adalah satu esensi, tidak pernah dapat berganda, tidak pernah dapat terbagi, dengan cara apapun atau mengenai apapun. Dia bukan waktu atau tempat. Dia juga bukan badan atau predikat atau keseluruhan atau bagian atau substansi atau kejadian."
Dengan berbagai pengertian tersebut, Al-Kindi menempatkan Tuhan jauh diluar jangkauan nalar dan pikiran manusia. Dia menyebut Tuhan tak dapat terpikirkan oleh akal manusia. Dengan demikian Al-Kindi menshifafi Tuhan diluar sifat-sifat yang dimiliki oleh manusia.
Demikianlah pembahasan tentang pemikiran Al-Kindi. Jika terdapat ketidakpahaman, dapat dilacak di referensi yang saya cantumkan. Semoga tulisan ini dapat mendatangkan keberkahan dan kemanfaatan, baik bagi penulis maupun bagi seluruh pembacanya.
Relevansi Pemikiran Al-Kindi Di Zaman Now

Masa Al-Kindi hidup memang sudah sangat lampau. 12 abad menjadi rentangan waktu yang begitu panjang bagi kita untuk mengetahui secara detail gagasan dan pemikiran pemikirannya. Meskipun sudah ada karya-karya beliau yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris ataupun masih murni bahasa Arab, yang menjadi kendala kita adalah kesulitan untuk memahami bahasa. Disamping itu, masih minimnya penerjemahan karya-karya filosof asing ke dalam bahasa Indonesia, menjadikan kita semakin sulit untuk melacak kecemerlangan buah gagasannya. Namun dengan berbagai kesulitan yang kita hadapi, bukan berarti kita harus berhenti untuk melacak pengetahuan tersebut.
Zaman memang telah berubah. Pengetahuan pun telah bertambah. Pemikiran pemikiran filosofis sudah tumpah ruah. Namun, Apakah pemikiran pemikiran Al-Kindi sudah tak lagi relevan di zaman ini.? Perlu membaca situasi yang terjadi di sekeliling kita mengetahui relevansi dari pemikiran-pemikirannya.
Al-kindi adalah orang yang rasional. Itu artinya tipologi pemikirannya seharusnya memiliki kesamaan dengan masyarakat modern saat ini. Al-kindi selalu menyuguhkan argumen-argumen yang logis dan rasional menjawab segala tantangan yang membenci bahkan mencelat filsafat. Al-kindi tidak bertindak anarkis untuk melayani berbagai macam celaan dan hinaan terhadap dirinya dan filsafat. Yang dia lakukan adalah menyuguhkan serangkaian dialektika untuk merangkul dan menyadarkan.
Mari kita lihat kondisi masyarakat hari ini. Pertentangan pertentangan antara golongan banyak terjadi. Hal tersebut tentu tidak jauh berbeda dengan masa Al-Kindi. Dimasa Al-Kindi, tiga golongan pemikiran teologis saling beradu argumentasi. Akan tetapi, dengan serangkaian debat argumentasi tersebut, justru tidak membuat Dinasti Abbasiyah runtuh. Yang terjadi justru pencapaian kemajuan intelektual Dinasti Abbasiyah.
Berkaca dari serangkaian insiden intoleran antara umat beragama dan sesama umat beragama yang terjadi di Indonesia, kita dapat menerapkan serangkaian metode yang pernah dilakukan oleh Al-Kindi. Kita tak perlu saling bertikai dan berebut kebenaran. Apapun Golongan kita, kita sama-sama memperjuangkan kebenaran tersebut. Boleh jadi cara meraihnya berbeda. Akan tetapi, Bukankah Kebenaran akan tetap menjadi kebenaran.? Apakah kemudian kebenaran yang diperjuangkan oleh orang lain dengan serta-merta menjadi salah karena perbedaan cara meraihnya.? Ya. Pemikiran pemikiran Al-Kindi masih sangat relevan di zaman ini, terutama bagi kita yang hidup di Indonesia. Sebagaimana yang dilakukan oleh Al-Kindi, seharusnya kita tidak saling menghujat. Akan tetapi, seharusnya kita melakukan serangkaian dialektika yang mencerahkan dan mendamaikan.



Referensi

Aizid, Rizem, 2013, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap Periode Klasik, Pertengahan dan Modern, Yogyakarta, Diva Press.
Asy-Syahrastani, 2009, Terjemah Al-Milal Wa Al Nihal, Surabaya, Bina Ilmu
Khudori Soleh A., 2016, Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer, Yogyakarta, AR-RUZZ MEDIA.

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad

Responsive Ads Here