KKL, PERJALAN PERTAMA KE PULAU DEWATA (Bagian 1) - ILMU BAROKAH MANFAAT

Recent

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Thursday, November 23, 2017

KKL, PERJALAN PERTAMA KE PULAU DEWATA (Bagian 1)

Reporter : Teguh Kasiyanto


Jam sudah menunjukkan pukul 14.00 siang. Awan masih nampak menggelayut di angkasa. Di luar, nampak hujan masih turun. Hujan itu menghasilkan suara yang membuat hati tenang. Aku masih mondar-mandir untuk mencari setrika. Padahal sebenarnya, aku bukanlah orang yang terbiasa menyetrika baju. Tapi, mengingat pentingnya acara yang akan ku ikuti, akhirnya aku menyetrika.
Hujan masih menyirami hati yang kering. Aku sudah selesai menyetrika baju-bajuku. Aku segera mandi untuk bersiap-siap. Hari ini aku akan KKL (Kuliah Kerja Lapangan) ke Pulau Dewata. Kegiatan ini dilakukan oleh mereka mahasiswa Sosiologi FISIP Universitas Jember saat sudah berada di semester ke-7. Ini adalah kegiatan ilmiah sekaligus rekreasi yang sangat menyenangkan. Bagaimana tidak, selama enam semester selalu bergulat dengan kuliah tanpa ada momentum untuk berekreasi dengan teman satu angkatan.
Kami telah bersepakat untuk berkumpul pada pukul 15.00.. Akan tetapi, hujan masih terus melanda.  Percakapan di grup WhatsApp kelas terus berjalan. Grup itulah media untuk berkoordinasi antar teman satu angkatan. Satu persatu mulai datang ke kampus. Tapi, aku menunggu hujan agak reda untuk ke kampus. Aku terus menunggu hujan reda setelah melaksanakan shalat ashar.
Waktu sudah menapaki pukul 16.10. Perkembangan di grup WhatsApp kelas mengabarkan jika bus belum datang. Jelang setengah lima sore, bus pun datang. Lantas akupun menuju kampus. Sesampainya dikamous, teman-teman sudah berkumpul di bawah aula FISIP. Kaprodi memberikan sambutan dan wejangan sebelum kami berangkat. Setelah selesai doa, kamipun menuju kedalam bus. 
Aku sudah didalam bus. Aku duduk di deretan kanan nomor 4 dari belakang. Kami masih menunggu Roni dan Rosiadi yang belum merapat. Setelah mereka berdua datang, bus pun siap melaju di jalanan. Pukul 17.00 Kami menuju Bali.  Bus terus melaju. 
Pukul 17.45 bus sumber sampai di Sempolan. Bus berhenti sejenak. Muslim salah satu teman kami sudah menunggu disana. Dia segera naik bus. Bus kembali melaju, dan berhenti sejenak di minimarket di Garahan. Sebagian dari kami melaksanakan shalat Maghrib dan ada juga yang membeli makanan ringan.
Waktu menunjukkan pukul 18.45, bus kembali melaju. Setengah jam kemudian perbukitan Gumitir telah dilalui. Bus sudah masuk daerah Kalibaru. Ya, Kalibaru, ooo Kalibaru, Hmmm Kalibaru. Daerah ini sangat tak asing bagiku. Mungkin karena aku sering melintasi daerah ini, atau mungkin karena daerah ini adalah gerbang memasuki bumi Blambangan. Tapi entahlah, rasanya baik berkeeeta maupun bersepeda, rasanya daerah ini tak asing.
Roda-roda bus terus berputar meninggalkan Kalibaru dengan berbagai keunikan dan ceritanya. Tanpa sadar bus sudah sampai di Genteng. Teman-teman masih ramai saling bercanda. Sesekali aku ikut bercanda, sesekali merenung dan sesekali mengingat reading course yang sedang kutempuh. Satu lagi temanku naik bus dari Genteng, dia adalah Nova Larasati.  Seingatku dia gampang mabuk. Tapi semoga dia tidak mabuk sampai perjalanan pulang. Sampai di Banyuwangi kota, Erma juga Bergabung, genap lah semua satu kelas satu angkatan sebanyak 48 orang.
Pelabuhan sudah tak jauh lagi. Sekitar pukul 21.00, bus sudah memasuki area pelabuhan. Bus melaju perlahan. Sedikit demi sedikit bus masuk kedalam kapal. Bus pun berhenti. Kami keluar satu persatu menuju kapal bagian atas. Selat Bali sedang gerimis malam itu. Ditambah dengan adanya embusan angin yang dingin, membuat suasana kapal tersebut sangat tenang. Jangkar pun kemudian dilepaskan, pertanda kapal sudah siap untuk berlayar. Kapal berlayar dengan perlahan namun pasti menyebrangi Selat Bali. Ombak Selat Bali malam itu tak begitu besar namun juga tak begitu tenang. Kapal terus melaju hingga kurang lebih satu jam kemudian, kapal pun bersandar di dermaga Gilimanuk. 
         Pelabuhan Gilimanuk malam itu tak begitu ramai. Padahal dalam beberapa kesempatan, Pelabuhan ini begitu padat kendaraan-kendaraan yang akan menyeberang ke pulau Jawa. Pukul 23.30 waktu Indonesia tengah kami perlahan meninggalkan Pelabuhan Gilimanuk. Lima menit bus melaju, Bus berhenti di tepi jalan. Di seberang jalan sana terdapat sebuah masjid yang cukup megah. Masjid itu masuk ke dalam wilayah Kabupaten Jembrana Bali. Stasiun dari kami turun dari bus untuk menuju ke masjid itu. Kami melaksanakan salat Isya secara berjamaah namun pergantian. Sungguh di tanah para Dewata ini toleransi sangat tergambar dengan kuat.
00 30 WITA , bus kembali melaju ke arah Tenggara. Bus melalui jalan yang berkelok-kelok untuk sampai di kota Denpasar. Aku sudah cukup mengantuk saat itu. Karena memang dari pagi hingga sampai di masjid tadi, aku belum sempat tidur. Hal ini menyebabkan rasanya mata ini mengajakku terpejam. Tak lama kemudian aku pun terlelap dalam sebuah tidur yang terguncang-guncang oleh laju bus tersebut.
Pukul 06.00 WITA, tahu tahu aku aku terbangun. Ternyata aku sudah berhenti sejak dua jam yang lalu. Teman-teman sudah menikmati sarapan dan juga mandi pagi. Tapi ada pula diantara mereka yang belum mandi dan sarapan. Aku pun kemudian turun dan mandi untuk membersihkan diri. Setelah mandi aku pun mengambil jatah sarapan. Tempat saat ini kami berhenti adalah Desa Kertalangu, Denpasar. Aku pun mulai membuka kotak jatah sarapan pagi ini. Akan tetapi, karena didalamnya terdapat aroma ikan laut yang cukup menyengat, akhirnya aku menghentikan sarapanku. Maklumlah aku tidak mengkonsumsi ikan laut dan ikan ikan perairan lainnya. Jadi, Kurelakan sarapan pagi ku hanya dengan menyantap beberapa sendok nasi. Tapi, hal tersebut tak begitu penting bagiku.
Sekitar pukul 07.00 WITA, kami melanjutkan perjalanan menuju tempat tujuan. Tujuan pertama kami adalah Trunyan. Kami akan sedikit melakukan penelitian disana. Penelitian ini adalah tugas utama dari Kuliah Kerja Lapangan ini. Tugas itu dikerjakan secara berkelompok. Setiap kelompok mendapatkan tema sendiri-sendiri. Kebetulan kelompokku kebagian tema yang berkaitan dengan ekonomi.
Bus mulai melaju. Pagi ini kami ditemani seorang tour guide yang merupakan orang Bali asli. Nama tour guide tersebut adalah I Made Suasa.  Dia memperkenalkan diri dengan ramah. Nampaknya dia adalah orang yang berpengetahuan luas. Dia menjelaskan perbedaan-perbedaan bahasa dan makna antara di Jawa dan di Bali. Dia menjelaskan setiap sudut Bali yang dilewati bus kami pagi itu. Tentang tanah Bulan dan pentas tarinya, Ubud dengan keunikannya hingga Cerita tentang istana Tampaksiring tak luput dituturkan. Made Suasa juga bercerita tentang Bung Karno dan sisi magisnya di Bali.

Sekitar pukul 08.30 WITA, kami tiba di tempat pemberhentian. Kami kemudian diangkut menggunakan kendaraan yang lebih kecil. Hal ini dikarenakan jalan yang harus ditempuh sempit dan berkelok-kelok. Kami pun berangkat. Jalan yang dilalui berkelok-kelok dan terjal di beberapa tempat. Lima belas menit kemudian, kami sudah tiba di tepi danau Batur. Selanjutnya kami harus menaiki perahu motor unenuju pura dan makam Trunyan.
Suasana di danau Batur sangat sejuk. Perahu yang kami tumpangi perlahan membelah danau Batur. Pagi itu, matahari seakan malu untuk menampakkan wajahnya yang cerah. Awan nampak berayun-ayun di atas sana. Beberapa saat kemudian kami menepi di pemukiman masyarakat Bali Aga. Disini kami disambut dengan sangat ramah. Kami diterima di sebuah pendapa. Disana kami bertanya jawab dengan salah satu dari petugas desa Trunyan. Kami tak lama bertanya jawab. Kemudian kami naik untuk melihat Pura, tempat masyarakat setempat beribadah pada sang pencipta. 
Lepas itu perjalanan dilanjutkan kembali. Kami kembali menaiki perahu motor yang dinaiki tadi. Kami menuju makam Trunyan. Kami menyaksikan sebuah Kearifan Lokal yang masih dilestarikan oleh masyarakat setempat. Yang khas dari pemakaman disini adalah jenazah-jenazah ditempatkan di sekitar pohon menyan. Di Trunyan sendiri, terdapat tiga majam, yang pertama adalah makam yang dikhususkan bagi mereka yang meninggal dalam keadaan yang wajar dan sudah menikah. Yang kedua adalah makam bagi mereka yang belum menikah maupun bayi dan anak-anak. Dan yang ketiga adalah makam bagi mereka yang meninggal karena kecelakaan.



Sungguh Trunyan adalah daerah yang menarik. Aura magis sangat terasa disekitar makam. Aku tak habis pikir, berapa magisnya tempat ini di malam hari. Pepohonan disekitar makam masih sangat banyak. Semakin menambah magis dan angker tempat ini. Beberapa saat kemudian kami harus kembali. Kami menaiki perahu untuk kembali ke dermaga. Kami kembali menaiki mobil yang tadi untuk sampai di tempat pemberhentian bus. 
Pukul 12.00 WITA, kami sudah didalam bus. Kami siap menuju restoran untuk makan siang. Awan diatas sana makin gulita saja. Nampaknya sang hujan akan segera membasahi arcapada. Bus mulai merayap. Gerimis mulai turun. Tak lama kemudian hujan turun dengan lebatnya. Pukul 13.00 WITA kami sudah sampai di rumah makan. Makan siang kami nikmati dengan lahapnya. Dilanjut dengan shalat Dluhur, membuat hati ini tenang kembali.

BERSAMBUNG......

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad

Responsive Ads Here