AL KINDI, BAPAK FILSAFAT ISLAM. (Bagian 3, Penciptaan Alam Semesta) - ILMU BAROKAH MANFAAT

Recent

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Monday, January 29, 2018

AL KINDI, BAPAK FILSAFAT ISLAM. (Bagian 3, Penciptaan Alam Semesta)

By : Teguh Kasiyanto

Teori penciptaan alam semesta memiliki perjalanan sejarah yang sangat panjang. Sejak zaman Yunani kuno, tepatnya ketika Thales menyebut Air sebagai asal dari segalanya. Filosof yang lain diantaranya adalah: Anaximandros, Anaximenes, Herakleitos, bahkan Aristoteles. Berbagai macam argumentasi mengenai penciptaan alam terus bermunculan.

Baca Juga :
https://ilmubarokahmanfaat.blogspot.co.id/2018/01/al-kindi-bapak-filsafat-islam-bagian-2.html

Menurut filosof Yunani, semesta tercipta dari yang ada. Sebab bagi mereka apa disebut sebagai mencipta, adalah membuat sesuatu yang baru berdasarkan apa yang ada sebelumnya, baik lewat gerakan atau emanasi. Artinya, dalam pandangan filsafat Yunani, Tuhan bukanlah pencipta dalam makna yang sesungguhnya, dari tiada menjadi ada, melainkan hanya sebagai penggerak atau pewujud realitas, dari alam potensialitas kepada alam aktualitas. Jika teori penciptaan alam tersebut disepakati oleh filosof muslim, maka konsekuensinya adalah alam semesta ini tidak berawal dan tidak berakhir. Dapat dikatakan pula jika alam semesta ini akan abadi. Padahal Tuhan juga memiliki sifat keabadian. Pertentangan inilah yang kemudian membuat filosof muslim menolak teori penciptaan alam milik orang-orang Yunani.
Al-kindi secara jelas menolak teori tersebut. Sebagai gantinya Al-Kindi menawarkan teori citra alam semesta ini tercipta dari yang tiada, sebagaimana yang diyakini dalam teologi Islam. Menurutnya semesta ini terbatas, tidak Abadi, dan bermula dari yang tiada. Dia tidak menggunakan dalil teologis untuk membuktikan kebenaran pendapatnya.. akan tetapi dia menggunakan argumentasi filosofis. Pendapatnya didasarkan pada logika Aristoteles. Dua logika Aristoteles tersebut adalah, pertama bahwa sesuatu yang tidak terbatas tidak dapat berubah menjadi terbatas yang berwujud dalam bentuk yang aktual. Kedua, bahwa materi, waktu dan gerak muncul secara serentak persamaan. Dari dua logika Aristoteles ini, Al Kindi kemudian mengembangkan menjadi sembilan argumen. Sembilan argumen tersebut adalah sebagai berikut:
  • Dua besaran yang sama, jika salah satunya tidak lebih besar dari yang lainnya, berarti adalah sama.,
  • Jika satub esaran ditambahkan pada salah satu dari dua besaran yang sama tersebut, keduanya menjadi tidak sama.,
  • Jika sebuah besaran dikurangi, sisanya adalah lebih kecil dari besaran semula.,
  • Jika suatu besaran diambil sebagiannya, kemudian sebagiannya tersebut dikembalikan lagi, hasil besarannya adalah sama seperti sebelumnya.,
  • Besaran yang terbatas tidak dapat berubah menjadi tidak terbatas, begitu juga sebaliknya.,
  • Jumlah dua besaran yang sama, jika masing-masing bersifat terbatas adalah terbatas.,
  • Besaran alam aktualitas adalah sama dengan besaran alam potensialitas.,
  • Dua besaran yang tidak terbatas tidak mungkin salah satunya menjadi lebih kecil daripada lainnya.,
  • Apa yang dimaksud sebagai lebih besar adalah dalam hubungannya dengan bagian yang lebih kecil, dan yang disebut sebagai lebih kecil adalah dalam hubungannya dengan yang lebih besar.
Berdasarkan atas dua prinsip dan sembilan pernyataan di atas, Al Kindi kemudian membuktikan kebenaran pandangannya. Berikut adalah tiga pembuktian yang dikemukakan oleh Al-Kindi.
Pertama, jika kita menyatakan bahwa wujud aktual dari semesta ini tidak terbatas, maka kita juga harus menyatakan bahwa wujud aktual dari semesta ini juga tidak terbatas. Namun ini bertentangan dengan prinsip pertama Aristoteles yang menyatakan bahwa wujud aktual adalah terbatas.,
Kedua, jika wujud semesta yang diasumsikan tidak terbatas ini kita ambil sebagiannya, sisanya dapat berupa wujud tidak terbatas, sebagaimana keseluruhannya atau menjadi wujud terbatas. Namun jika dikatakan tidak terbatas, nerarti ada dua hal yang sama-sama tidak terbatas, dan itu mengimplikasikan bahwa keseluruhan adalah sama dengan bagiannya, dan ini tidak masuk akal jika dikatakan menjadi wujud terbatas,. Hal itu bertentangan dengan pernyataan bahwa yang tidak terbatas tidak mungkin melahirkan yang terbatas.,
Ketiga, jika sebagai mananya yang diambil tadi kita kembalikan lagi hasilnya adalah sebagaimana yang ada sebelumnya. Namun ini mengimplikasikan ada sesuatu yang tidak terbatas (keseluruhan) yang lebih besar dari sesuatu yang tidak terbatas lainnya (bagian) sesuatu yang tidak masuk akal.
Dari kontradiksi kontradiksi tersebut, Al-Kindi menyatakan bahwa semesta yang ada dalam aktualitas ini haruslah bersifat terbatas. Karena semesta ini terbatas, maka semesta ini tidak ada, tidak qodim dan tercipta dari yang tiada. 
Menurut Aristoteles (384-322SM), waktu adalah Qodim. Artinya waktu tidak memiliki suatu permulaan. Jika waktu tidak memiliki permulaan berarti waktu adalah tidak terbatas. Jika waktu tidak terbatas, bagaimana kita mengenal waktu lampau dan waktu mendatang.? Hal ini menandakan bahwa waktu telah masuk ke alam aktualitas. Padahal sesuatu yang tidak terbatas tidak dapat berubah menjadi terbatas. Itu artinya waktu dan juga gerak adalah sesuatu yang terbatas dan juga baru.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas, maka dapat diketahui jika Al-Kindi memiliki konsep yang berbeda dari Aristoteles (384-322 Sebelum Masehi), yang menyatakan bahwa semesta adalah terbatas dalam ruang tetapi tidak terbatas dalam waktu dan gerak. Al-kindi juga tidak sesuai dengan Plato (428-347 SM), yang menyatakan bahwa semesta adalah terbatas dalam waktu tetapi tidak terbatas dalam materi (ruang). Sebab bagi Al-Kindi, ruang (materi), waktu dan gerak ketiganya adalah sama-sama terbatas dan tercipta. Meskipun demikian dia sependapat dengan Plato mengenai hubungan antara gerak dan waktu. Menurut keduanya waktu muncul seiring bersamaan gerak dan perubahan, saat ada gerak dan perubahan Berarti di situ ada waktu. Begitu juga sebaliknya. Karena Tuhan tidak berubah, maka berarti Tuhan tidak berhubungan dengan waktu. Oleh sebab itu Tuhan tidak Bermula dan akan tetap abadi.
Al-kindi adalah seorang geosentrisme. Geosentrisme adalah paham yang menyatakan bahwa seluruh planet dan bintang-bintang mengelilingi bumi. Al-kindi masih dipengaruhi pendapat Aristoteles dan salah seorang filosof Mesir dalam pandangannya ini. Pandangan heliosentrisme baru mulai berkembang di dunia muslim sekitar abad 14 Masehi.



Referensi

Aizid, Rizem, 2013, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap Periode Klasik, Pertengahan dan Modern, Yogyakarta, Diva Press.
Asy-Syahrastani, 2009, Terjemah Al-Milal Wa Al Nihal, Surabaya, Bina Ilmu
Khudori Soleh A., 2016, Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer, Yogyakarta, AR-RUZZ MEDIA.

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad

Responsive Ads Here