AL KINDI, BAPAK FILSAFAT ISLAM (Bagian 2, Penyelarasan Agama dan Filsafat) - ILMU BAROKAH MANFAAT

Recent

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Monday, January 1, 2018

AL KINDI, BAPAK FILSAFAT ISLAM (Bagian 2, Penyelarasan Agama dan Filsafat)

By : Teguh Kasiyanto

Al-kindi dilahirkan dan dibesarkan saat Islam mengalami masa masa transisi dari teologi tradisional menuju masa rasional. Al-kindi lah yang memperkenalkan konsep berfikir filosofis kepada bangsa Arab. Sehingga filsafat yang diperkenalkannya lebih dikenal dengan sebutan filsafat bangsa Arab. Menurut Atiyeh ada dua kesulitan yang dihadapi oleh Al-Kindi Pada masa itu. Pertama, kesulitan untuk menyampaikan gagasan-gagasan filosofis ke dalam bahasa Arab yang saat itu kekurangan istilah teknis untuk menyampaikan ide ide abstrak. Kedua, adanya tantangan atau serangan yang dilancarkan oleh kalangan tertentu terhadap filsafat, filsafat dan filosof saat itu dituduh sebagai pembuat bid'ah dan kekufuran.
Untuk menyelesaikan berbagai macam kesulitan yang dihadapi oleh dirinya, al-kindi melakukan beberapa usaha untuk mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut. Untuk permasalahan pertama, Al-Kindi melakukan serangkaian penerjemahan. 1) Al-Kindi melakukan penerjemahan secara langsung dari bahasa Yunani ke bahasa Arab, misalnya hyle langsung diterjemahkan menjadi kata thin yang artinya tanah liat. 2) mengambil alih istilah-istilah Yunani kemudian menjelaskannya dengan menggunakan kata-kata bahasa Arab murni. Misalnya: falasif untuk istilah Yunani philosophos, falsafah untuk istilah Yunani philosophia (filsafat). 3) menciptakan kata-kata atau istilah baru dengan cara mengambil kata ganti dan menambahkan akhiran Iyah dibelakangnya, untuk membuat atau menjelaskan abstraksi abstraksi yang sulit dinyatakan dalam bahasa Arab. Misalnya: al huwaiyah yang merupakan kata ganti dari huwa sebagai kata ganti Yunani (to on) yang memiliki arti substansi. 4) memberikan makna baru pada istilah-istilah lama yang sudah dikenal.
Untuk mengatasi kesulitan kedua yang dihadapi oleh Al-Kindi, yakni adanya serangan dari berbagai kalangan terhadap filsafat, dia membuat penyelarasan antara agama dan filsafat. Dalam upayanya mengadakan penyelarasan antara agama dan filsafat, Al-Kindi melakukan beberapa tahapan-tahapan. Tahapan-tahapan tersebut adalah:

Tahap pertama, dia membuat kisah-kisah atau riwayat yang menunjukkan bahwa bangsa Arab dan Yunani adalah bersaudara, sehingga tidak patut saling bermusuhan. Al Kindi membuat kisah dimana dalam kisah tersebut digambarkan bahwa nenek moyang bangsa Arab dan Yunani masih memiliki hubungan keluarga. Oleh sebab itu, tidak perlu mempermasalahkan kebenaran yang ada. Biarkan sama-sama mencari kebenaran dengan jalanya masing-masing.
Tahap kedua, Al-Kindi menyatakan bahwa kebenaran adalah kebenaran yang dapat datang dari mana saja, dan umat Islam tidak perlu sungkan untuk mengakui dan mengambilnya. Dalam karyanya Falsafah Al-Ula, Al Kindi menyatakan:
"Kita hendaknya tidak merasa malu untuk mengakui sebuah kebenaran dan mengambilnya dari mana pun dia berasal, meski dari bangsa-bangsa terdahulu ataupun dari bangsa asing. Bagi para pencari kebenaran, tidak ada yang lebih berharga kecuali kebenaran itu sendiri. Mengambil kebenaran dari orang lain tersebut, tidak akan menurunkan atau merendahkan derajat sang pencari jeben, terapi justru menjadikanya terhormat dan mulia "
Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karronallahu Wajhah menyatakan bahwa, Al hikmah (pengetahuan atau kebenaran) adalah milik umat Islam yang tercecer, karena itu dia harus diambil dimanapun ditemukan. Dari pernyataan kedua dari Al-Kindi tersebut kita dapat mengetahui jika ia menginginkan pihak-pihak yang menolak filsafat untuk tidak mempermasalahkan kebenaran dan sumber pengetahuan.
Tahapan ketiga, Al-Kindi menyatakan bahwa filsafat adalah suatu kebutuhan, sebagai sarana dan proses berpikir, bukan sesuatu yang aneh atau kemewahan. Al-kindi berusaha bertanya kepada kaum fanatik yang menolak bahkan membenci filsafat. Pertanyaan tersebut bertujuan untuk membuktikan jika berfilsafat itu perlu. Pertanyaan Al-Kindi adalah, filsafat itu perlu atau tidak.? Jika perlu alasannya apa, jika tidak alasannya apa. Al-kindi menyatakan:

Baca juga : 
https://ilmubarokahmanfaat.blogspot.co.id/2017/11/al-kindi-bapak-filsafat-islam-bagian-1.html

"Jika para penentang filsafat menyatakan bahwa filsafat adalah perlu, maka mereka harus mempelajarinya. Sebaliknya, jika mereka menyatakan tidak perlu, mereka harus memberikan argumen untuk itu dan menjelaskanya. Padahal pemberian argumen dan penjelasan adalah bagian dari proses berfikir filosofis."
Dengan menjawab pertanyaan tersebut, baik setuju ataupun tidak, mengharuskan para penentang filsafat umum berpikir. Tanpa mereka sadari, saat mereka berfikir sesungguhnya mereka juga berfilsafat. Dengan ini, para penentang akan kesulitan untuk menolak filsafat. Disisi lain Al-Kindi membuktikan jika filsafat itu tidak merongrong agama, justru sebaliknya. Argumentasi semacam ini pernah dilakukan oleh Aristoteles +384-322M) untuk melawan para penentang filsafat.
Tahap keempat, Al-Kindi menyatakan bahwa meski metode agama dan filsafat berbeda, tetapi tujuan yang ingin dicapai keduanya adalah sama, baik dalam tujuan, praktis maupun teoritisnya. Tujuan praktis antara agama dan filsafat adalah mendorong manusia untuk mencapai kehidupan moral yang lebih tinggi, sedangkan tujuan teoritisinya, adalah mengenal dan mencapai kebenaran tertinggi. Yaitu Tuhan. Oleh sebab itu, menurut Al Kindi tidak ada yang perlu dipermasalahkan antara agama dan filsafat.
Tahapan kelima, memfilsafatkan ajaran dan pemahaman agama Sehingga Selaras dengan pemikiran filosofis. Al-kindi melakukan upaya ini dengan cara memberikan makna algoritma (tekstual) terhadap teks teks atau Nash yang secara tekstual dinilai tidak selaras dengan pemikiran rasional filosofis. Misalnya, ketika dia diminta oleh Ahmad Putra Khalifah Al Mu'tashim untuk menjelaskan makna ayat "bintang-bintang dan pepohonan sudut kepada-Nya, Q.S Ar Rahman ayat 6. Kata sujud memiliki beberapa arti: 1) sujud dalam sholat, 2) kepatuhan atau ketaatan, 3) perubahan dari ketidak sempurnaan kepada kesempurnaan, 4) mengikuti aturan secara ikhlas. Makna sujud yang terakhir lah yang digunakan oleh al-kindi untuk menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini menunjukkan, jika kita tidak dapat secara serta merta menerjemahkan Wahyu Allah Subhanahu wa Ta'ala. Diperlukan penafsiran-penafsiran agar Wahyu Allah tersebut dapat dipahami oleh manusia. Proses penafsiran inilah yang menunjukkan jika filsafat itu perlu dan memperkuat agama. Selanjutnya Al-Kindi juga menyatakan bahwa apapun yang disampaikan oleh Rasul dan Allah pastilah rasional. Ketika terdapat kesalahan dalam memahami, yang salah bukanlah Wahyu Allah, akan tetapi dikarenakan ketidakmampuan akal untuk menjangkaunya. Dengan demikian, Al-Kindi juga menyatakan jika akal manusia itu memiliki keterbatasan dalam menjangkau dan memahami sesuatu.


Ilustrator :Andre Sempu
Referensi

Aizid, Rizem, 2013, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap Periode Klasik, Pertengahan dan Modern, Yogyakarta, Diva Press.
Asy-Syahrastani, 2009, Terjemah Al-Milal Wa Al Nihal, Surabaya, Bina Ilmu
Khudori Soleh A., 2016, Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer, Yogyakarta, AR-RUZZ MEDIA.

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad

Responsive Ads Here