REVIEW BUKU HUKUM DALAM MASYARAKAT (Karya : Soetandyo Wignjosoebroto) BAB KEDUA, Para Perintis Sosiologi Hukum Dari Masa Belahan Akhir Abad 19 dan Awal Abad Ke 20 - ILMU BAROKAH MANFAAT

Recent

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Thursday, March 9, 2017

REVIEW BUKU HUKUM DALAM MASYARAKAT (Karya : Soetandyo Wignjosoebroto) BAB KEDUA, Para Perintis Sosiologi Hukum Dari Masa Belahan Akhir Abad 19 dan Awal Abad Ke 20

ama.     : Teguh Kasiyanto
NIM         : 140910302053
Matkul.    : Sosiologi Hukum
Prodi.       : Sosiologi
        Seperti yang kita bahas dalam review sebelumnya kita sudah dapat mengetahui mengenai beberapa pendapat mengenai sosiologi hukum. Kita sudah mendapatkan gambaran umum mengenai pengertian dan ruang lingkup mengenai sosiologi hukum. Setidaknya kita dapat memperoleh pengetahuan untuk melanjutkan gagasan pada bab ini.
         Perbincangan mengenai teori-teori sosial tentang hukum yang dikembalikan ke pemikiran-pemikiran Marx, Maine, Durkhelm, dan Weber sesungguhnya adalah perbincangan apa yang dikemukakan oleh Niklas Luhman sebagai awal perkembangan awal dari sosiologi hukum yang awal (Klasik). Teori-teori sosial mengenai hukum yang dikemukakan oleh para pakar pada belahan akhir abad 20an ini yaitu seabad atau hampir seabad dari masa hidup dari keempat tokoh pendiri teori-teori tersebut. Sehingga menyebabkan adanya kesulitan yang disebabkan oleh adanya masa keterputusan yang sangat lama. Jika kita menilik pada sejarahnya maka perkembangan teori sosiologi hukum tak akan terlepas dari nama ke empat tokoh tersebut atau jika kita tambah dengan tokoh Austria maka menjadi 5 orang saja. Sebagai seorang akademisi yang baik kita harus memulai membahas teori-teori sosiologi hukum secara historisitas dan periodisasi tokoh sosiologi hukum. Selanjutnya kita memasuki pemikiran-pemikiran tokoh sosiolog modern sebagai keberlanjutan dari empat tokoh awal sebelumnya.
         Sebelum Marx, Maine, Durkhelm dan Weber, para teoritisi teoritisiemp hukum sudah membahas dan mengkaji mengenai hukum sebagai hukum positif dalam waktu cukup lama. Meskipun demikian ke empat tokoh sosiolog tersebut menawarkan suatu pembaharuan dalam bidang hukum. Hukum tidak lagi dimaknai sebagai hukum positif. Akan tetapi dimaknai sebagai norma-norma sosial yang berlaku di kalangan masyarakat. Tentu dalam hal ini tidak suka kukum dalam pengertian hukum positif. Kajian tentang sosiologi hukum memang baru bermula ketika para pemikir sosial mulai memiliki dan menawarkan konsep konsep hasil perpaduan antara hukum dan ilmu sosial kepada seluruh insan akademisi pada zamannya. Meskipun pengertian hukum telah menjadi hukum positif, namun sebenarnya masyarakat tetap berada dan terikat dalam hukum hukum normatif yang berlaku lebih dahulu daripada hukum positif. Jika secara sekilas kita dapat menyatakan bahwa hukum positif tidak mempermasalahkan baik buruk atau bahkan tentang adil dan lalim, Tetapi hanya mengatur tegaknya peraturan secara konsisten dan mengikat dalam masyarakat. Hukum tidak akan pernah mempedulikan Siapa yang ia hadapi karena memang hukum diciptakan secara kaku dan terikat.
         Dalam masa peralihan dari yang awalnya hukum sebagai filosofis bergeser menjadi hukum positif tidak terjadi secara cepat pada masa awal kemunculannya. Hukum positif menjadi lebih mudah pembuktiannya bila dibandingkan dengan hukum yang masih dalam kerangka filosofis,  Perubahan yang dominan mulai terjadi sejak akhir abad ke-18 hingga pertengahan abad 19. Kemajuan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang sains juga berperan dalam kemajuan ilmu sosial. Auguste Conte dan Saint Simon adalah 2 tokoh besar yang membawa gagasan objektif dan variabel ilmu sains ke dalam ilmu sosial. Mulai saat itu masyarakat diposisikan sebagai objek penelitian dengan berbagai variabel yang diperlakukan. Dengan adanya perubahan besar yang dilakukan oleh dua tokoh besar tersebut membuat cabang-cabang ilmu sosial menjadi lebih mudah untuk dibuktikan kebenaran  dan validitasnya. Dengan masuknya unsur-unsur ilmu Sain yang diterapkan ke dalam ilmu sosial mengakibatkan ilmu ilmu sosial berkembang semakin besar dan pesat. Cabang-cabang ilmu sosial seakan mendapatkan energi baru untuk dapat melakukan evolusi. Ilmu sosiologi dan ilmu hukum menjadi cabang ilmu sosial yang perkembangannya sangat signifikan. Hukum yang pada awalnya hanya bersifat moral normatif berubah menjadi satu hal ilmu pengetahuan yang bersifat relatif. Nah, pada relativitas hukum yang berlaku lah kajian-kajian sosiologi hukum nyaring digaungkan.
Karl Marx (1818-1883) Masyarakat Sebagai Satuan Tertib Ekonomi Berikut Fungsi Hukum Didalamnya
         Karl Marx adalah kakek dari bagian Marxisme yang terbentuk dikemudian hari. Karl Marx pria kelahiran Jerman ini terkenal sebagai Sosiologi terkemuka. Salah satu teorinya tentang masyarakat tanpa kelas yang ia cita-citakan, Marx berusaha menyusun periodisasi sejarah mengenai perkembangan masyarakat dari purba hingga mencapai masyarakat tanpa kelas. Marx tak hanya menjadi penggagas masyarakat komunis, akan tetapi dikenal sebagai pencetus teori alienasi. Pendapat-pendapat Karl Marx dalam cabang pengetahuan yang lain juga cukup diperhitungkan.
         Pemikiran-pemikiran teoritisi- mengenai hukum dalam masyarakat di tengah-tengah pengalaman perubahan peradaban Eropa Barat pada abad 19 adalah pemikiran-pemikiran yang sangat dipengaruhi oleh asumsi asumsi evolusionisme. Karl marx juga tergolong orang yang terpengaruh oleh asumsi-asumsi evolusionis, gimana diasumsikan bahwa manusia dan masyarakat mengalami evolusi secara perlahan-lahan. Dalam hal pemikiran, Karl Marx juga terpengaruh oleh salah satu filsuf materialisme yaitu Hegel yang terkenal dengan karyanya yaitu filsafat sejarah. Karl Marx pun menguasai dengan baik materialisme dialektis dan materialisme historis. Sejalan dengan asumsi asumsi terhadap perkembangan manusia dan masyarakat, hukum pun dipandang oleh Karl Marx sebagai sesuatu yang mengalami perubahan secara fungsionalis. Menurut Marx, hukum cenderung eksploitatif terhadap kaum proletar. Hukum digunakan oleh kaum Borjuis untuk melanggengkan kekuasaan yang eksploitatif terhadap proletar.
Henry S, Maine (1822-188) Dari Hubungan Hukum Kuno Yang Bersifat Antarstatus Ke Hubungan Hukum Progresif Yang Bersifat Kontraktual
         Maine hidup sezaman dengan Karl Marx, hanya saja secara gagasan dia dinilai lebih muda daripada usianya. Dari segi kelahiran maine lebih muda empat tahun dari Karl Marx. Yang membedakan antara Karl Marx dan Maina adalah, Karl Marx berusaha menjelaskan mengenai perkembangan yang dialami oleh manusia secara transisional dan hal-hal yang diamatinya. Tetapi Maine hanya berusaha menyusun dan menggolongkan setiap tahap perkembangan hukum yang terjadi. Sehingga ia terkesan membenarkan kondisi yang terjadi. Sejalan dengan pemikiran Karl Marx, Maine juga berpikir jika masyarakat bukanlah 1 tatanan ideal. Akan tetapi masyarakat terus mengalami perubahan perubahan. Dia juga berpendapat jika masyarakat tidak selalu berada pada posisi laten tetapi berkembang menjadi Kontingen. Begitu pula dengan hukum yang berlaku di masyarakat. Kali yang semula memiliki fungsi mengatur hubungan hubungan antar status berubah menjadi mengatur hubungan hubungan yang bersifat kontraktual. dalam masyarakat tradisional dan dalam lingkup yang sangat sempit atau dalam masyarakat tradisional yang sangat feodal maka hak dan kewajiban dari individu menjadi lebih sedikit. Hal ini dikarenakan hak dan kewajiban tersusun secara hirarkis dan luas sempitnya cakupan area. Hak dan kewajiban Bukankah dibentuk oleh status yang kita terima. Akan tetapi hak dan kewajiban lah yang akan menentukan tingkat partisipatif kita dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Itu artinya hukum yang kita terima pun juga ditentukan oleh luas dan cakupan area. Misalnya pada lingkup sempit kita akan diikat oleh hukum keluarga kemudian hukum Rukun Tetangga hingga hukum Kelurahan dan seterusnya hingga hukum yang berlaku secara universal di kalangan masyarakat manusia.
Emile Durkhelm (1858-1917) Hukum Sebagai Ekspresi Solidaritas Sosial
         Jerman bukanlah satu-satunya negara penghasil Sosiolog. Perancis pun mempunyai sosiolog yang tak kalah tenar. Emile Durkhelm adalah salah satu dari sosiolog kelahiran Perancis. Pria kelahiran Epinal Perancis tahun 1858 ini dikenal akan teori-teori yang memiliki kevalidam tinggi. Dia berhasil mengetahui sebab-sebab terjadinya bunuh diri di Perancis pada masa itu. Dalam penelitian penelitian yang Durkhelm sangat kuantitatif. Durkhelm juga terkenal dengan pembagian kerjanya (Deviation of Labour). Menurut Durkhelm, pembagian kerja harus berdasar pada keahlian dan disusun secara hirarkis.
         Emile Durkhelm juga sangat terkenal dengan pendapatnya mengenai Solidaritas masyarakat. Dia membagi masyarakat ke dalam dua bagian Solidaritas yaitu Solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas mekanik biasanya terdapat pada masyarakat-masyarakat daerah perkotaan. Ini dibuktikan dengan masyarakatnya yang mandiri dan hubungannya bersifat transaksional. Sedangkan kaum solidaritas organik banyak ditemukan di daerah-daerah pedesaan. Malika diidentikkan dengan organisme. Ciri khas dari masyarakat pedesaan ya itu hubungannya yang bersifat kekeluargaan dan tidak transaksional. Durkhelm kemudian dianggap sebagai tokoh pembuka kajian-kajian sosiologi hukum ke arah modern.
Max Weber 1864-1920) Telaah Rasionalisasi Hukum Modern
         Max Weber adalah salah sosiolog asal Jerman yang memiliki kontribusi cukup besar tak hanya dalam bidang Sosiologi akan tetapi juga untuk ilmu pengetahuan yang lain. Weber juga memiliki sumbangsih cukup besar bagi ilmu hukum, ilmu birokrasi dan ilmu ilmu yang lain. Weber banyak terpengaruh oleh kedua orang tuanya. Baik dari segi pengetahuan maupun dari segi religiusitasnya. Bahkan Weber menjadi seorang sosiolog yang membaca kitab suci agama agama di dunia.  Karena ayahnya seorang yang paham akan hukum, maka Weber pun tahu banyak tentang hukum. Karena Ibu dari Max Weber adalah seorang penganut Cauvinis, maka ia pun terkenal dengan salah satu karyanya yaitu protestant ethic and The Spirit of Capitalism.
         Max Weber dapat dikatakan hidup sezaman dengan Emile durhelm. Karena pengaruh dari bapaknya, Max Weber masih tergolong ke dalam teoritisi teoritisi sosiologi hukum periode klasik. Dalam pandangan Weber hukum adalah salah satu tatanan yang bersifat memaksa karena tegaknya tatanan hukum itu ( berbeda dengan tatanan tatanan dan norma-norma social lain yang bukan hukum) ditopang sepenuhnya oleh kekuatan pemaksa yang dimiliki oleh negara. Hidup di Eropa pada masa-masa berkembangnya teori evolusi, atau pada masa masa transisi tak membuat Wee kehilangan akan di semangat awal dari hukum. Max Weber berusaha menciptakan definisi-definisi mengenai hukum. Dia Berusaha menjelaskan perkembangan hukum yang terjadi pada kalangan masyarakat. Menurut Weber hukum mengalami perkembangan dari yang semula berbentuk fatwa-fatwa karismatik dari kyai kyai atau pendeta menjadi berwujud satu hal yang tersusun secara sistematis dengan cara-cara yang profesional. Weber mengatakan memiliki rasionalitas yang substantif tatkala substansi hukum itu memang terdiri atas aturan-aturan umum yang siap didedikasikan guna menghukum berbagai kasus kasus yang konkrit. Sebaliknya hukum dikatakan tidak memiliki rasionalitas yang substantif jika Setiap perkara diselesaikan secara atas dasar kebijaksanaan kebijaksanaan politik atau etika yang unik dalam tatanannya. Bahkan mungkin diselesaikan secara emosional yang sama sekali tidak bisa merujuk ke arah aturan aturan umum yang secara objektif ada. Sementara itu hukum dikatakan memiliki rasionalitas formal apabila aturan aturannya gi-system asikan secara prosedur pendayagunaan nya yang telah dipolakan untuk menyelesaikan berbagai perkara sedemikian rupa demi terjaminnya kepastian dan kesungguhan ketepatan Dalam penggunaannya oleh para praktisi dan memungkinkan optimalisasi kontrol kontrolnya sebagaimana akan diefektifkan secara intelektual oleh para ahli. Namun sebaliknya hukum dapat dikatakan bersifat non formal jika hukum tersebut diperoleh melalui Ilham atau bisikan bisikan gaib serta petunjuk-petunjuk dari makhluk selain manusia. Hal yang demikian tidak dapat dinamakan sebagai hukum formal, dikarenakan landasannya yang tidak dapat diterima oleh rasio akal manusia. Hukum yang seperti ini dapat kita temukan pada masyarakat masyarakat yang masih berpegang teguh pada adat dan tradisi Nya serta masih memiliki ketaatan yang tinggi terhadap pimpinan adatnya. Pimpinan Disini tidak hanya seorang tokoh agama yakni seorang Kyai, Ustad ataupun pendeta, akan tetapi juga termasuk tokoh-tokoh adat dan sesepuh yang masih disakralkan pendapatnya oleh masyarakat.

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad

Responsive Ads Here