REVIEW BUKU HUKUM DALAM MASYARAKAT (Karya : Soetandyo Wignjosoebroto) BAB KEEMPAT PERKEMBANGAN SISTEM DARI WAKTU KE WAKTU, DI TENGAH PERUBAHAN SOSIAL POLITIK - ILMU BAROKAH MANFAAT

Recent

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Wednesday, March 22, 2017

REVIEW BUKU HUKUM DALAM MASYARAKAT (Karya : Soetandyo Wignjosoebroto) BAB KEEMPAT PERKEMBANGAN SISTEM DARI WAKTU KE WAKTU, DI TENGAH PERUBAHAN SOSIAL POLITIK

Nama.     : Teguh Kasiyanto
NIM         : 140910302053
Matkul.    : Sosiologi Hukum
Prodi.       : Sosiologi

         Jika kita ditanya tentang kondisi hukum hari ini, tentu kita akan bersepakat menjawab jika hukum hari ini tidak lepas dari perundang-undangan dan peraturan pemerintah yang tidak perlu lagi diragukan legitimasi kehadirannya. Jika kita belajar bertolak lebih jauh dari sejarah perkembangan ilmu hukum, maka kita akan mengetahui bahwa tidak semua tempat di dunia ini mengalami invensi yang sama seperti yang terjadi di belahan Eropa Barat. Seluruh konsep hukum positif yang lebih dikenal dengan perundang-undangan menyebar ke seluruh dunia dengan jalan imperialisme dan kolonialisme yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa hingga pertengahan abad ke-20. Sebelum berkembangnya imperialisme dan kolonialisme, perkembangan hukum yang terjadi di Eropa Barat tidak menyebar merata ke seluruh belahan dunia. Sebelum adanya kolonialisme, masyarakat meyakini bahwa hukum bukanlah merupakan produk akal manusia melainkan mereka mengakui berlakunya hukum semesta yang kebenarannya biasanya berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Hukum yang diterapkan adalah apa apa yang dijelaskan Tuhan melalui ajaran-ajarannya yang menurut bahasa kekinian bersumber dari ilahiyah. Dari hukum yang pada mulanya bersumber pada kebenaran Ilahi ketika kolonialisme masuk ke setiap negara jajahannya, maka hukum positif pun mulai berkembang sesuai dengan kepentingan para kolonialis yang berada di negara-negara jajahan tak terkecuali di Indonesia.
         Jika pada tiga bab sebelumnya kita sudah banyak belajar mulai dari pengertian sosiologi hukum, para tokoh pendiri sosiologi hukum, hingga pada bahasan hukum pada masyarakat yang menjadi kebiasaan, maka pada bab ini akan dibahas tentang perkembangan sistem hukum dari waktu ke waktu di tengah perubahan sosial politik. Top ini akan melanjutkan bahasan bahasa sebelumnya sekaligus menggambarkan perkembangan selanjutnya dari sosiologi hukum baik dari segi filosofis maupun dari segi realistis masyarakat yang menjadi subjek hukum. Setidaknya dalam Bab keempat ini segala problematika tentang sosiologi hukum yang tidak mampu dipecahkan sebelumnya, diupayakan untuk dicari jalan keluar dari permasalahan tersebut.
Ragam Pemikiran Filsafat Tentang Tertib Semesta dan Tentang Keniscayaan (disebut Hukum) yang Menguasainya
        Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia ini tidak lepas dari proses skeptisme yang muncul dalam diri manusia. Mereka mereka yang memiliki rasa skeptisme tinggi lebih kita kenal sebagai seorang filosof. Jika kita belajar tentang ilmu pengetahuan banyak kerangka filosofis yang melatarbelakangi lahirnya sebuah pengetahuan. Filsafat adalah pangkal dari segala pengetahuan duniawi yang ada. Tak terkecuali ilmu sosiologi hukum yang juga memiliki kerangka filosofis.
        Plato adalah salah seorang filosof Yunani yang hidup pada masa 427 sampai 347 sebelum Masehi. Media merupakan filosof Yunani yang terkenal dan merupakan salah seorang dari murid Sokrates. Sepanjang hidupnya dia banyak mengembara dan bertemu dengan berbagai macam orang. Plato menyatakan bahwa hukum yang berhak ikat sebagai keniscayaan yang menguasai seluruh tertib di alam semesta ini sesungguhnya hanya eksis dalam ide Tuhan semata. Ide Ilahiah adalah kebenaran sejati yang berhak ikat kebaikan dan keindahan sempurna. Sedangkan penumpukan nya di alam indrawi harus dipahami sebagai fenomena palsu yang tampaknya ada tetapi sejatinya tidak ada. Lebih bersifat "kompromistis" Aristoteles yang merupakan murid dari Plato yang hidup pada 384 sampai 322 sebelum Masehi menyatakan bahwa hukum yang menampakan diri dalam wujud keteraturan yang tertib di tengah semesta ini sebenarnya merupakan kebenaran juga, walaupun secara konseptual harus dikatakan hukum yang sebenarnya. Di abad pertengahan Gorfrued Wilham Leibois (1646-1716) dengan Nalar pemikiran metafisika Aristoteles ini bersikukuh pada suatu dalil bahwa alam semesta yang tanpa di alam indrawi pada hakikatnya nya adalah manifestasi hukum keselarasan yang tidak terwujud secara pasti sejak awal dalam ide Tuhan itu. Artinya hukum yang harus dimengerti sebagai ide kebaikan dan keindahan yang menjiwai seluruh kehidupan di alam semesta itu sebenarnya telah ada dalam eksistensinya secara sempurna. Semenjak lama yang eksis ini menunjukkan diri. Hukum yang meniscayakan terwujudnya keteraturan alam semesta yang serba seimbang dan Selaras serta menguasai kehidupan manusia dalam masyarakat sesungguhnya adalah a presentalised harmonus order ini the minder of God.
         Scott Gordon melukiskan the established harmonious order dengan membuat kias tentang Harmoni yang diciptakan oleh Sekian banyak pemain musik dalam pertunjukan suatu orkestra. Sebelum orang berhasil menangkap keindahan bunyi-bunyi yang selaras secara indrawi sebagaimana yang dimainkan para musisi Orchestra, sesungguhnya keindahan dan keselarasan itu partitur partitur buku musik sang komposer, atau bahkan jauh sebelumnya yakni dalam alam ideal yang mengilhami sang composer. Salah jika orang mengatakan bahwa para pemain musik itulah yang menciptakan keselarasan dan keindahan bunyi-bunyian Orchestra sebagaimana yang tertangkap oleh telinga setiap pendengarnya.
        Pada dasarnya perspektif Aristoteles adalah perspektif yang bersikukuh pada pemahaman bahwa semesta ini menurut esensinya adalah suatu sistem moral yang ideal, as what ought to besar,Yakni suatu gugusan kebenaran yang hadir dalam situasi yang disebut dengan Sollen welt. Sejarah sejarah bersaksi Bagaimana paradigma Aristoteles Ini menghegemoni pikiran Barat selama berabad-abad dari sejak zaman filosof filosof Yunani hingga zaman Renaissance yang muncul di Eropa Barat. Rekonseptualisasi teologisnya pun hampir benar dalam hukum kanomik, bahkan lama sebelum hukum yang satu ini selesai dikombinasikan. Pemikiran sastra Agustinus pada tahun 354 sampai 430 tentang hadirnya civitas dei yang dilawankan dengan civitas diaboli secara umum dapat dikatakan sebagai hasil pemikiran pada alur yang aristotelian itu juga. Dalam gambaran kedua civitas yang berlawanan tersebut, terurai adanya kebenaran sejati (yang sebenar-benarnya baik dan indah) dan kebaikan semua (yang jahat dan mengerikan).
        Walaupun sudah 20 abad paradigma aristotelian bertahan tidak berarti tidak ada cabaran dari paradigma lain untuk mempertanyakan tentang kebenaran. Paham oposisional yang berkembang dari para Perintis sains di abad 16 hingga 17 mengandalkan keyakinannya akan kebenaran yang hadir di alam indrawi yang empiris, dan bukan hanya berada pada tataran ide yang abstrak. Pandangan-pandangan baru tersebut berasal dari para pengkaji ilmu fisika yang bersikukuh pada pemahamannya bahwa pada hakikatnya nya semesta ini adalah suatu sistem kausalitas yang pasti hadir di alam indrawi yang positif, as what Is it, yakni segugus kebenaran yang hadir dalam situasi yang dalam kepustakaan berbahasa Jerman disebut das sain welt.
         PandanganlGalilean Newtonian yang bertolak dari pemikiran aksiomatik bahwa seluruh alam semesta yang tergelar dan kasat mata itu pada hakikatnya nya adalah suatu himpunan fragmen yang saling berhubungan secara Interactive dalam suatu jaringan kausalitas yang berlangsung secara acak. Prosesnya berlangsung terus tanpa henti di tengah alam objektif yang indrawi dan terbebas dari kehendak dan skenario siapa pun yang suprahuman sekalipun. Proses yang otonom dan progresif ini tersimpan sebagai sesuatu yang faktual dan aktual yang terus bergerak secara evolusioner ataupun revolusioner dari krisis ke Crisis menuju keseimbangan dan keselarasan sempurna yang baru akan tercapai di hari hari nanti, di ujung akhir proses. Jika dari paradigma ini maka sebuah keselarasan dan keseimbangan tidak akan pernah terjadi saat proses sedang berlangsung. Melainkan kesalahan sebagai hasil dari proses memperjuangkan hasil.
         Mencoba melepaskan diri dari berfikir normatif yang diajarkan oleh etika dan estetika, saintifisme Galilean itu mengadopsi cara berpikir kausalitas tentang adanya hubungan mekanistik antara sebab dan akibat seperti yang diajarkan oleh logika. Model berpikir saintisme yang lugas dan tegas macam itulah yang kelak terkenal dengan sebutan positifisme masuk ke dalam pikiran yang didayagunakan untuk menjelaskan lika-liku kehidupan manusia dalam masyarakatnya. Auguste Conte 1798-1857 yang meneruskan kerja Claude Henry de Rouvroy alias Conte de Saint Simon 1760-1825j yang tercatat sebagai penganjur utama.
        Menurut Conte sebagaimana peristiwa yang terjadi di alam makhluk tidak bernyawa kehidupan manusia itu pun berada dibawah imperatif hukum sebab akibat. Baik secara individual maupun secara kelompok manusia memiliki hubungan yang erat dengan hukum sebab akibat. Berfikir positif Isma adalah berzikir pada akhir Sail This Is Me dalam rangka menemukan penjelasan tentang hal ihwal terjadinya peristiwa-peristiwa dalam kehidupan manusia berdasarkan mekanisme hukum sebab akibat yang logis dan objektif. Disebut objektif karena dalam menjelaskan Setiap peristiwa yang terjadi Selalu berlandaskan pada hukum sebab akibat yang terbebas dari intervensi moral dan kehendak pihak lain yang bersifat subjektif dan normatif. Yang ada hanyalah deskripsi naratif yang eksplanatif dan lugas. Pemikiran Conte yang sangat positifistik pada zaman itu mempengaruhi kaum Yuris dan elit politik yang menduduki parlemen. Oleh sebab itu kaum Yuris yang sudah memasukkan dirinya ke dalam kaum positifistik akan memasukkan fakta-fakta dari data lapangan sebagai bahan acuan membentuk suatu sistem perundang-undangan yang berlaku di Perancis pada waktu itu.

Hukum Kebiasaan Rakyat Dengan Basis Moral Yang Normatif dan Hukum Undang-undang yang Positif
        Hukum kebiasaan rakyat yang tidak tertulis yang disebut law ways oleh Hoebel sang antropolog dan folkways menurut Summer sang sosiolog serta adatrecht menurut Doktor Snock Hurhonye yang ditemukan  dalam kehidupan komunitas komunitas etnik lokal bukankah hukum dalamformatnya sebagai undang-undang. Dalam kehidupan komunitas komunitas lokal yang belum mengenal budaya baca tulis ini, aturan berperilaku sosial yang tidak tertulis ini ditemukan dalam bentuk bentuk asas-asas moral yang berlaku normatif guna mengontrol perilaku antar warga. Folkways atau low ways itu adalah adat kebiasaan masyarakat yang selalu beresensi moral. Wajah para aristotelian yang lugas dan buta tulis tidak pernah bisa dilihat.
         Dalam kehidupan komunitas komunitas standar perilaku yang digunakan akan tampak sebagai pola-pola yang bersumber pada pengalaman yang bersifat kolektif sebagai kebiasaan yang baik, dan apabila dipatuhi maka akan mendapatkan suatu kebaikan dan kemaslahatan bersama. Itulah standar perilaku yang ditetapkan oleh komunitas-komunitas dance dipandang sebagai sesuatu yang normatif, yang harus diikuti oleh masyarakat karena substansinya sebagai moral yang apabila dipatuhi dipercaya akan mendatangkan keselamatan dan kemaslahatan bagi kehidupan bermasyarakat.
         Di negara-negara yang telah tumbuh dan berkembang dalam formatnya sebagai negara kerajaan pra modern baik di benua bagian barat maupun negara-negara di benua bagian timur hukum tertulis mereka masih sangat kental dengan nilai-nilai normatif yang Dasar legitimasinya adalah moral religius. Di negara-negara barat pasca reformasi pun atau revolusi pemikiran yang berhasil memisahkan urusan keagamaan yang dikelola para pendiri gereja nuansa moral yang amat normatif masih terasa kuat dalam kitab-kitab perundang-undangan mereka itu. Meskipun sebutannya telah beralih ke penamaan hukum alam.
         Dari sejarah perkembangannya itulah muncul upaya orang-orang Perancis untuk melakukan pembentukan hukum nasional yang berinovasi di bawah kepemimpinan Napoleon Bonaparte dan di bawah pengaruh Conte yang positifistik. Lewat upaya tersebut berbagai Falkways dan Law ways,, baik yang berlaku di kalangan rakyat jelata maupun yang menjadi tradisi di kalangan kelas atas telah diinventarisasi, dan disusun secara categorical dan tertulis dalam bentuk yang baru yakni sebagai kitab hukum undang-undang. Kodifikasi Napoleon inilah yang kemudian dikenal dan ditiru sebagai model pengkitaban hukum nasional di berbagai negeri lain di Eropa dan di bawah pengaruh ekspansi kekuasaan politik kolonial Barat. Telah banyak ditiru pula oleh negara-negara di benua Asia dan negara-negara di benua Afrika.
         Cari sejarah perkembangan hukum tersebut maka muncul beberapa pertanyaan yang sangat penting untuk kita jawab bersama. Apakah dengan berhasil dibukukannya kitab undang-undang akan meniadakan hukum kebiasaan yang ada di masyarakat.? Apakah moral yang berfungsi menata keteraturan sosial selama ini menjadi tidak berlaku dengan adanya hukum undang-undang.? Apakah dengan adanya undang-undang yang memiliki legitimasi dari negara membuat norma-norma sosial menjadi kehilangan legitimasi utamanya.? Dan pulang dengan semakin banyaknya kitab perundang-undangan yang diberlakukan Apakah tidak akan ada lagi hukum yang dapat disebut sebagai hukum normatif atau hukum kebiasaan.? Menurut salah satu ilmuwan dia mengungkapkan mana mungkin hukum dibentuk sejarah artificial seperti yang dilakukan Perancis di bawah arahan Kaisar Napoleon. Bagaimanapun juga sesungguhnya hukum berhakikat sebagai organisme yang hidup. Hukum akan tetap hidup dan berkembang seiring perkembangan masyarakatnya otoritasnya sendiri secara moral dan kultural. Menurut ilmuwan ini hukum hanya dapat dideskripsikan sebagaimana adanya. Meskipun hukum itu sudah menjadi undang-undang tetapi pastilah hukum tersebut juga mengambil sebagian dari norma sosial atau moral yang berlaku pada masyarakatnya. Sehingga secara tidak langsung hukum kebiasaan tidak akan benar-benar menghilang sepenuhnya. Sebagai contoh misalnya di negara kita memiliki produk perundang-undangan yang beberapa diantaranya merujuk pada sistem norma yang berlaku di masyarakat. Misalnya saja tentang undang-undang daerah Istimewa Yogyakarta yang menyebutkan Gubernur nya adalah seorang Sultan. Ini berawal dari pandangan masyarakat tentang sosok pemimpin nya yang kemudian diinisiasi oleh negara dan difasilitasi dengan adanya undang-undang Daerah Istimewa Yogyakarta. Dan sudah banyak produk undang-undang di negara kita yang sudah mencerminkan diangkatnya unsur unsur lokalitas ke dalam undang-undang yang memiliki legitimasi yang sangat besar dari negara.

Law Is Society.? Law Is Not Always Society.?
         Para politisi dan petinggi pemerintahan pada umumnya bersepakat dengan para Yuris positifis untuk menyatakan bahwa pengodifikasian hukum berhakikat sebagai upaya untuk membangun suatu sistem hukum yang bulat, tuntas, dan utuh itu akan membantu secara bermakna segala upaya menjaga integrasi kesatuan bangsa. Dengan selesainya kodifikasi hukum akan dapat difungsikan sebagai the goverment social control yang tidak hanya bersifat formal akan tetapi lebih dapat memberikan suatu kepastian untuk menjamin signifikasi sosialnya. Hukum tradisi yang yuridiksi lokal atau yang parokial tidak usah dikhawatirkan akan hilang karena sesungguhnya kodifikasi adalah wujud bentuknya yang tertulis dan formal saja. Maka rakyat tidak perlu khawatir akan kehilangan setiap tradisi dan kepercayaan serta norma sosial yang selama ini mereka anut.
        Jika the Napoleon video disebut-sebut untuk membenarkan yang dikemukakan sebelumnya maka tidak salah jika orang-orang mengatakan bahwa ada kontinuitas dalam perkembangan transformasi hukum, dari hukum rakyat menuju hukum perundang-undangan yang berbasis pada penguasaan negara. Demikian pula apabila yang dirujuk sebagai dasar argumen itu juga sejarah kodifikasi negeri Belanda ketika pada tahun 1820-an panitia kamper dari leiden University mengkitabkan roud holander recht. Cari contoh sejarah kodifikasi negeri Belanda tersebut maka orang-orang yang kemudian menyebut Law is Society. Karena dengan adanya kodifikasi terhadap perundang-undangan tersebut segala tertib sosial yang berada di masyarakat mulai dapat dideskripsikan. Akan tetapi ketika the code Napoleon diterapkan di negara-negara Belanda, Belgia, Italia, Spanyol dan Portugal perkataan Law Is Society tidak lagi dapat benar-benar disepakati. Di negara tersebut Law is not always Society banyak di antara pasal dalam kitab undang-undang hukum perdata Prancis itu berasal dari Quantum the Paris dan tidak asli dari negeri-negeri pengadopsi kitab undang-undang tersebut. Itulah yang menjadi alasan mengapa seusai perang Napoleon negeri Belanda misalnya sejak tahun 1820 an bekerja menyusun kitabnya sendiri dengan memperbanyak mengambil unsur-unsur yang berasal dari kultur negaranya sendiri. Langkah dari negeri Belanda tersebut kemudian diikuti oleh negara-negara lain di Eropa Barat tak terkecuali juga diikuti oleh Jerman. Sesungguhnya apa yang dialami oleh negeri Belanda juga dialami oleh Indonesia. Mengapa demikian.? Perlu kita ketahui jika perundang-undangan terutama dalam bidang perdata dan pidana kita masih merujuk pada kitab undang-undang yang desain Belanda pada 1818 dan 1881. Tentu saja undang-undang yang dirancang pun juga tidak berasal dari unsur-unsur cultural Nusantara. Ketidak sesuaian tersebut seharusnya segera diatasi oleh Dewan Legislatif negara kita selaku pembuat perundang-undangan bersama eksekutif. Tetapi perubahan besar-besaran tak kunjung dilakukan oleh Badan Legislatif dan Eksekutif negara ini. Mereka masih nyaman menerapkan perundang-undangan yang jelas-jelas tidak bersumber dari unsur-unsur kultural dan kearifan lokal bangsa ini. Jika hal ini tetap dibiarkan maka akan kesulitan bagi kita untuk mengenali jati diri dari bangsa kita ini.
         Apa yang dilakukan oleh Eugene Elrich mengenai bertahannya das lebond Rech di daerah Belgorina, Austria yang jauh berbeda dari Code Civil Napoleon yang diadopsi oleh pemerintah Austria Pada masa itu maka dapat dipakai sebagai contoh bagaimana tertib hukum tidak selalu identik dengan tertib normatif masyarakat. Di Bulgarina ini bahkan terpantau betapa besarnya di bagian provinsi ini Lawbis not Society. Barangkali hanya Inggris lah satu-satunya negara di Eropa bagian barat yang tidak mengadopsi kitab undang-undang yang napolionis. Semenjak awal memang sistem hukum Inggris setelah di Perth Urutkan dari hukum tradisi rakyat Inggris sendiri yang disebut the common law dan tidak dari tradisi hukum Romawi yang banyak ikut mengkonfigurasi secara substantif kitab undang-undang hukum perdata Prancis. Meskipun sistem hukum Inggris yang disebut sistem common law kini tidak mengenal positifisme dan modifikasi hukum nasional melahirkan kerja penginapan hukum, namun perkembangan hukum di Inggris dan di negara-negara jajahannya sepanjang abad ke 19 itu, Namun demikian telah berhasil juga menjaga agar Law Is Society..
         Dari penjelasan sebelumnya Iwan Fals Bangun tidaknya tertib hukum nasional yang berbasis pada otoritas negara dengan tertib hukum informal yang berbasis otoritas moral rakyat itu bergantung dari kebijakan pemerintah nasional setempat pada masa itu, yakni untuk menggali hukum dari bumi kultural rakyatnya sendiri ataukah ndak meminjam pakai saja hukum yang didatangkan dari luar. Introduksi hukum asing untuk mengontrol tertib kehidupan nasional adalah suatu kebijakan dan proses yang di dalam kepustakaan sejarah perkembangan hukum disebut legal borrowing atau legal transplants itu sebenarnya. Apabila masuknya unsur hukum dari luar itu berlangsung melalui proses sosial kultural atau ekonomis atau atas dasar adanya kebutuhan fungsional yang tidak dapat dicukupi oleh hukumnya sendiri maka proses yang tengah terjadi itu bolehlah dinamakan sebagai legal borrowing., Sedangkan legal transplants lebih mengisyaratkan adanya proses yang diawali oleh kebijakan politik pemerintah untuk menerapkan secara sepihak hukum asing ke dalam lingkungan kehidupan rakyat tanpa mendengarkan kata setuju atau tidak setujunya rakyat itu.
         Contoh tersebut mengesankan bahwa apa yang menurut penguasa pemerintahan Austria diartikan sebagai legal borrowing bagi rakyat provinsi Bulgarina diintroduksi sebagai hukum Prancis. Di provinsi ini jelas dirasakan sebagai legal transplant yang tidak akan dapat diresapi begitu saja oleh rakyat sekalipun dijadikan rujukan hukum dan moralitas dalam kehidupan rakyat sehari-hari. Dalam pengalaman sejarah hukum kolonial dan Imperial di Indonesia penerapan wetbook Van Strafrecht melalului kewenangan Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk melakukan penerapan hukum asing. Ini merupakan salah satu contoh dari kebijakan legal transplant yang seringkali menimbulkan masalah di negeri koloni.Pasal-pasal mengenai perselingkuhan yang dihilangkan sebagai delik aduan misalnya di Madura dan Sulawesi Selatan tidak bisa diterima rakyat yang sering memprosesnya secara langsung dengan cara main hakim sendiri agar para pelaku dapat menebus kesalahannya dengan darah atau nyawanya. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa masyarakat Madura memiliki tradisi yang sangat berbeda jauh dengan suku-suku lainnya di Indonesia. Mereka memiliki cara penyelesaian suatu permasalahan dengan kekerasan. Artinya setiap orang yang melanggar keteraturan sosial yang ditaati dan diterapkan oleh masyarakat Madura selama ini maka ia akan langsung dijatuhi sanksi sosial. Jika pelanggaran tersebut terkategori sebagai pelanggaran berat maka masyarakat Madura akan menghakimi bahkan menghilangkan nyawa dari si pelanggar keteraturan sosial

         Meskipun demikian apa yang pada mulanya diklasifikasi sebagai kebijakan dan pelaksanaan legal transplant, pada suatu ketika, dapat pula dicapai secara berangsur-angsur oleh rakyat yang semula menolaknya. Jika masalahnya seperti itu maka yang terjadi bukan lagi legal transplants, melainkan diwawas dari kepentingan dan kebutuhan khalayak Awam sebagai suatu proses legal borrowing. Di Indonesia pada zaman penjajahan kolonial Hindia Belanda penggunaan ketentuan-ketentuan hukum perdata barat oleh penduduk bumi untuk menyelesaikan perkara dan memenuhi kepentinganya, Misalnya saja untuk berkontrak kesaksian notaris merupakan salah satu contoh tindakan legal borrowing lewat Pranata hukum yang disebut vriwilege  onderwerfing.

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad

Responsive Ads Here