SOKRATES SANG PENGHULU PARA FILSUF - ILMU BAROKAH MANFAAT

Recent

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Monday, March 20, 2017

SOKRATES SANG PENGHULU PARA FILSUF

By : Teguh Kasiyanto
Bidang Penalaran PMII RAYON FISIP UNEJ SAHID XXXIII

Riwayat Hidup

         Semenjak abad ketujuh sebelum Masehi, Yunani mengalami pergolakan perkembangan pemikiran. Perkembangan pemikiran ini terjadi di berbagai cabang ilmu pengetahuan. Perkembangan yang sangat pesat terjadi pada cabang ilmu alam dan ilmu filsafat. Semenjak Thales mengeluarkan pendapatnya mengenai asal-usul alam dan anasir dasar, para filosof mengepakkan sayapnya membangun pengetahuan. Pasca Sokrates muncul filosif-filosof lain yang mengembangkan pemikiran Thales. Diantara filsuf pasca Thales yang terkemuka adalah Anaximandros, Anaximandros, Xenophanes, Zeno, Pytagoras, Demokritos dan filosif-filosof lain yang terkemuka pada zamannya. Kondisi ini memungkinkan terjadinya perkembangan pemikiran secara optimal di seluruh Yunani, terutama Athena yang sedang mencapai masa keemasan dan kemajuan.
         Sokrates adalah filsuf Yunani yang mengawali pembaharuan dalam bidang pemikiran filsafat. Sokrates lahir di Athena pada 470 sebelum Masehi. Dia meninggal pada tahun 399 sebelum Masehi. Ayahnya adalah seorang pembuat patung. Sedangkan ibunya adalah seorang bidan. Pada mulanya Sokrates berkeinginan mengikuti jejak ayahnya sebagai pembuat patung, namun akhirnya ia berhijrah dari keinginannya yang pertama. Akhirnya ia beralih dari mencetak patung menjadi mencetak manusia-manusia yang unggul pemikirannya. Perlu kita ketahui juga bahwa Sokrates hidup di masa-masa kemunduran kota Athena. Athena mulai memasuki masa surutnya karena besarnya dinasti Romawi. Pada zaman ini pula kaum sofis berkembang pesat di Athena.
         Sokrates adalah filsuf yang terbuka dalam hal pergaulan. Sokrates bergaul dengan semua kalangan. Dia bergaul dengan bermacam-macam generasi dan lapisan masyarakat. Teman-teman Sokrates sangat banyak, dari golongan kaya hingga yang miskin, dari yang muda hingga yang tua. Pemikirannya yang jernih tercermin dari tingkat lakunya yang bijaksana. Menurut teman-temanya dia sangat berhati-hati dalam segala hal. Bahkan menurut teman-temanya dia tidak pernah melakukan kekhilafan sekalipun. Sokrates tidak pernah menuliskan ajaran-ajaranya, akan tetapi langsung menerapkannya dalam kehidupan secara langsung. Karena populernya Sokrates Dimata orang-orang Athena, mereka membuatkan patung Sokrates. Patung tersebut benar-benar memiliki kemiripan tinggi dengan kondisi Sokrates yang sebenarnya. Patung ini dibuat berdasarkan ingatan orang-orang Athena mengenai wajah dan paras dari sokrates.
         Sokrates memiliki kebiasaan yang berbeda dengan orang-orang Yunani pada masa itu. Hari-hari Sokrates selalu digunakan untuk berjalan-jalan mengelilingi kota Athena. Dia berkeliling di pasar-pasar, lapangan, bahkan sekitar istana. Dia bertemu dengan banyak manusia dengan pekerjaan yang beragam. Dari pedagang, tukang kayu, polutisi, hingga prajurit. Dia bertanya pada orang-orang yang ditemuinya. Pertanyaan yang diajukan oleh Sokrates bersifat bertingkat, dari yang sederhana hingga yang paling sulit, hingga orang yang ditanyai berkata tidak tahu apa-apa. Sokrates pun berkata dia tidak tahu apa-apa. Tujuan Sokrates bertanya kepada semua orang adalah untuk memperdalam pengetahuan sekaligus sebagai kaum Sofis yang berkembang pesat di Athena. Ajaran kaum sofis diantaranya adalah, "kebenaran yang sebenar-benarnya tidak tercapai" sebab itu setiap pendapat dapat dibenarkan dengan jalan retorika. Dengan kata-kata mereka berusaha meyakinkan orang banyak. Jika mayoritas masyarakat sudah bersepakat maka itu sudah dapat disebut sebagai kebenaran. Kebenaran yang seperti inilah yang dimaksud socrates sebagai pengetahuan yang dangkal.
         Dengan kondisi masyarakat Athena pada saat itu, maka socrates memiliki semangat yang membara untuk menyadarkan dan merubah keadaan. Dengan filosofinya yang sederhana socrates berusaha memperbaiki kondisi masyarakat dengan menyadarkan mereka tentang tanggung jawab. Seperti yang sudah kita ketahui di awal, jika socrates menerapkan setiap filosofinya dalam kehidupan sehari-hari. Socrates mengajak berdialektika orang-orang yang dia temui. Asal kata dialektika adalah dialog yang memiliki arti saling tanya jawab antara kedua orang. Satu hal yang selalu dikatakan oleh Sokrates dalam setiap dialektikanya adalah bahwa dia hanya tahu satu hal yaitu dia tidak tahu apa-apa. Dengan banyaknya guru-guru sofis yang berdakwah di pasar-pasar dengan perkataannya yang menggiurkan, Sokrates memilih untuk mencoba berguru kepadanya. Dalam setiap berguru kepada kaum sofis dia pun juga menerapkan cara dialektika. Dia bertanya berbagai hal kepada guru sofis tersebut. Kemudian setelah dijawab muncullah pertanyaan-pertanyaan baru yang semakin lama semakin membuat guru sosis tersebut terdesak. Pada akhirnya guru sofis tersebut menyatakan dia tidak tahu sesuatu, kemudian Sokrates menutup dialog tersebut dengan berkata kita berdua tidak tahu apa-apa.
         Sokrates memperoleh banyak pujian dari orang-orang Athena pada masa itu. Dia memperoleh pujian tentu bukan jalan menghasut, akan tetapi dengan berdialektika melawan guru kaum Sofis. Tidak jarang dalam setiap dialektikanya Sokrates dihujat diawal. Namun kemudian pertanyaan-pertanyaanya makin sulit hingga membuat jawaban guru Sofis makin tak karuan. Pada akhirnya dukungan berbalik dan membuat guru sofis tersebut terhinakan. Dengan kejujurannya ini socrates dicintai oleh pemuda Athena. Tetapi hal ini juga menimbulkan semakin banyaknya musuh-musuh terutama dari para kurus Sofis dan pengikutnya yang memiliki kekuasaan. Dengan retorika yang dibenarkan oleh kaum Sofis akhirnya Sokrates diajukan ke depan pengadilan dengan dua  tuntutan. Tuntutan yang pertama socrates dinilai meniadakan dewa dewi yang dipuja oleh masyarakat sekaligus menciptakan dewa dewi yang baru. Tuntutan yang kedua Sokrates dituduh merusak perilaku Pemuda Athena. Dengan kedua tuntutan ini socrates tahu bahwa dia akan dihukum berat oleh Mahkamah rakyat. Dia tahu jika susunan Hakim pada mahkamah rakyat saat itu akan sangat berpihak pada kaum Sofis. Tetapi dengan tegas dia mengajukan tuntutan balik pada mahkamah rakyat. Dia tidak mau menjilat para hakim agar mendapatkan keringanan hukuman. Dia justru mempertahankan dan memperjuangkan setiap ajarannya. Dia menyatakan bahwa seharusnya dia tidak mendapatkan hukuman, akan tetapi seharusnya mendapatkan penghargaan dan upah dari pemerintah Yunani karena sudah berjasa besar kepada pemuda dan rakyat Athena.
         Mendengar tuntutan balik yang dilontarkan oleh Sokrates kawan-kawannya pun menjadi terkejut, tak terkecuali para hakim Mereka pun tercengang. Para hakim menjadi semakin emosional dengan bersandar pada pendapat mayoritas, akhirnya Sokrates dihukum mati dengan cara meminum racun. Tetapi dengan tegas dan berani Sokrates menjalani hukuman tersebut. Dia menolak tawaran kawan kawannya yang menyarankan dia untuk melarikan diri dari penjara dan berpindah ke kota lain yang lebih aman. Akan tetapi socrates sadar jika dia terikat oleh keteraturan sosial yang berlaku. Dia memilih untuk taat pada negara daripada mendurhakai kesepakatan hukum yang berlaku. Hal ini merupakan contoh positif di mana seorang filosof taat pada negara dan peraturan yang berlaku. Ketaatan seperti inilah yang kurang dimiliki oleh manusia di masa modern saat ini.
Metode Sokrates
         Perlu diketahui jika Sokrates tidak pernah menuliskan ajaran-ajarannya. Justru dapat dikatakan tidak mengajarkan filosofi, akan tetapi mengajarkan hidup berfilosofi. Menurut Sokrates filosofi bukan isi, bukan hasil, juga bukan ajaran yang bersandarkan pada dogma melainkan fungsi yang hidup filosofinya mencari kebenaran. Oleh karena ia Iya seorang pencari kebenaran, maka ia bukanlah seorang ilmuwan, akan tetapi seorang pemikir. Karena Sokrates tidak pernah menuliskan ajaran-ajarannya menyebabkan generasi berikutnya kesulitan mencari rujukan tentang ajarannya. Menurut Hatta dalam bukunya yang berjudul "Alam Pikiran Yunani", kita hanya dapat melacak ajaran-ajaran Sokrates dari catatan-catatan murid-muridnya terutama Plato dan Xenophon. Akan tetapi kebanyakan rujukan dalam berbagai karya filsafat akan merujuk pada catatan milik Plato. Walaupun sebenarnya dalam catatan Plato dinilai lebih banyak memasukkan pendapat pribadi ke dalam pendapat Sokrates.
         Meskipun dapat dikatakan jika apa yang dituliskan oleh murid-murid Sokrates bercampur dengan pendapat pribadinya, akan tetapi kita dapat bersepakat jika apa yang mereka Tuliskan merupakan suatu metode Sokrates. Berkaitan dengan ajaran-ajarannya yang berdialektika dengan guru sofis itu juga dapat dimaknai usaha untuk mencari kebenaran, yang menurut para guru sofis kebenaran itu relatif dan subjektif. Oleh sebab itu socrates menghadapi mereka dengan pendirian yang skeptis (mempertanyakan ulang setiap kebenaran).
         Dalam mencari kebenaran, Sokrates tidak mencarinya sendirian. Akan tetapi dia berdiskusi dengan siapa saja untuk menemukan kebenaran tersebut. Dia tidak memposisikan lawan bicaranya sebagai musuh melainkan menjadi kawan dalam mencari sebuah kebenaran. Sokrates menolong orang-orang untuk mengeluarkan setiap pikirannya dengan kata lain dia tidak menggurui orang tersebut. Oleh sebab itu metodenya disebut Maleutik (menguraikan). Seolah-olah menyerupai pekerjaan ibunya sebagai bidan persalinan.
         Dalam mencari kebenaran yang tetap, Sokrates mencapainya dengan tanya jawab yang mendalam. Sokrates selalu memulai pertanyaannya dengan mempertanyakan apa itu, bukan apa ini. Dia bertanya tentang apa itu Indah.? Apa itu adil,.? Apa yang disebut berani.? Pertanyaan apa itu lazim dilakukan oleh anak kecil. Pertanyaan apa itu memungkinkan jawaban yang makin mendalam dan menghasilkan induksi dan definisi yang tetap. Induksi menjadi dasar dari definisi. Induksi dalam arti ini berbeda dengan arti induksi pada zaman ini. Induksi pada zaman ini berarti mengamati atau meneliti satu persatu untuk kemudian dibuat pengertian yang umum. Induksi yang menjadi metode socrates ialahinduksi yang menjadi metode Sokrates ialah memperbandingkan secara kritis. Ia tidak berusaha mencapai yang umumnya dari jumlah satu-satunya. Ia coba mencapai dengan contoh dan persamaan yang dikaji dengan akal dan lawan saksi. Seperti disebutkan di atas dari lawannya bersoal jawab. Yang masing-masing terkenal dengan bidangnya sendiri sendiri. Baik dari bidang keberanian, keadilan, maupun keindahan. Kemudian definisi yang diperoleh diujikan dalam kehidupan nyata. Apabila saat diujikan dalam kehidupan nyata memiliki banyak ketidak sesuaian maka dicarilah definisi baru yang lebih sesuai. Hasil definisi dari perbaikan tersebut kemudian diujikan kembali dalam kehidupan nyata. Jika ditemukan ketidak sesuaian maka proses pencarian definisi diulangi. Demikian seterusnya hingga tercapai ketetapan mengenai definisi tersebut. Hal ini dapat kita saksikan pada teks teks dialog yang ditulis oleh plato dan Sokrates. Dengan jalan berdialektika dengan lawan bicaranya maka dia dapat menyadarkan lawan bicaranya di bahwa kebenaran tidak didapat secara mudah dan sederhana, akan tetapi didapat dengan pencarian yang panjang. Pencarian kebenaran tak semudah ayam panggang yang masuk ke dalam mulutmu. Selain itu juga dapat mengecilkan dan membentuk karakter orang-orang Yunani pada saat itu.

Etika Sokrates

         Inti sari dari ajaran etika Sokrates adalah budi. Menurut Sokrates Budi adalah tahu. Menurut Sokrates, orang yang berpengetahuan pastilah berbudi baik pula. Etika ini merupakan kelanjutan dari metodenya. Induksi dan definisi menuju pengetahuan yang berdasarkan pengertian dari mengetahui dan keinsyafan pastilah muncul budi baik. Seseorang yang memiliki pengetahuan tentang hukum, maka dia akan mematuhi hukum yang dia ketahui. Menurutnya tidak mungkin ada pertentangan antara keyakinan dan perbuatan. Karena budi berdasarkan pengetahuan, maka budi dapat dipelajari oleh manusia.
         Dari perkataan Sokrates tersebut dapat kita ketahui jika ajarannya bersifat rasional dan intelektual. Jika budi berarti tahu, maka tidak ada orang yang secara sengaja atas maunya sendiri berbuat jahat. Keduanya budi dan tahu saling berpaut. Jika budi adalah tahu berdasarkan timbangan yang benar, maka jahat hanya datang dari orang yang tidak mengetahui, dengan kata lain tidak memiliki timbangan atau penglihatan yang benar. Orang yang tersesat adalah korban dari kekhilafannya sendiri. Tersesat bukanlah perbuatan yang disengaja. Tidak ada orang yang khilaf atas kemauannya sendiri. Oleh karena budi adalah tahu, maka orang yang tahu akan Kebaikan, maka dia akan secara sendirinya terpaksa menjalankan kebaikan itu. Maka dari itu sangat penting bagi manusia untuk selalu menguasai dirinya dalam berbagai kondisi dan keadaan. Baik dalam keadaan suka maupun duka. Apa-apa yang pada hakikatnya baik maka itu juga baik bagi kita. Proses menuju kebaikan adalah sebaik-baiknya jalan mencapai kesenangan hidup. Sokrates tidak menjelaskan secara rinci tentang kesenangan tersebut. Oleh karena itu masing-masing dari murid Sokrates membuat penafsiran sendiri-sendiri. Terkadang penafsiran itu saling bertentangan.
         Menurut Sokrates pada dasarnya manusia itu baik, seperti halnya semua benda yang diciptakan memiliki tujuan. Begitu pula manusia. Misalnya saja pintu. Dia memiliki tujuan dan kebaikan. Begitu pula dengan manusia tujuan dan keadaan ialah kebaikan sifatnya dan kebaikan budinya. Menurut etikanya yang rasional Sokrates sampai pada hidup yang memiliki cita rasa keagamaan. Menurut Sokrates lebih baik menerima kezaliman daripada berbuat zalim. Hal ini ditunjukkan saat berada dimuka Hakim. Sokrates adalah orang yang percaya pada Tuhan. Keteraturan alam semesta ini menurutnya adalah kehendak dari Tuhan sang pencipta. Dia menyerahkan segala hal yang tidak mampu dijangkau oleh otak dan pemikiran manusia. Menurutnya jiwa adalah bagian dari Tuhan yang mengatur keteraturan alam semesta. Tuhan menurutnya dapat dirasa dari dalam dan sering disebutnya sebagai Nion. Menurut socrates setiap orang dapat mendengarkan seruan Dalmonion jika dia mau mendengarkannya dari dalam jiwa. Dalam ajarannya mengenai keagamaan terdapat pengaruh rasionalisme yang sekaligus menunjukkan kekokohan pendirian Sokrates.

Para Murid

         Walaupun Sokrates tidak menuliskan seluruh ajarannya, namun dia memiliki beberapa murid yang terbilang Setia mengajarkan ajaran-ajarannya. Di antara murid murid Soorates ada tiga orang yang mengakui meneruskan pengajaran Sokrates. Tiga orang tersebut adalah Antisthenes, Euklides, dan Aristippos. Namun dari ketiga muridnya tersebut ketiga-tiganya tidak murni mengajarkan ajaran Sokrates. Ajaran mereka tercampur dengan pengetahuan filsafat sebelumnya. Euklides sebelum berguru pada Sokrates dia adalah seorang Filsuf yang memiliki kecenderungan pada Filsafat Elea, terutama filsafat Parmenides. Sehingga ajaran-ajaranya tidak murni dari Sokrates. Sedangkan Antisthenes pada mulanya merupakan murid Gorgias, seorang guru kaum Sofis. Kemudian dia menjadi murid Sokrates. Setelah Sokrates meninggal, dia membuka sekolah filsafat di Athena.

Sumber gambar :

Google Arts & Culture
The Death of Socrates
Lukisan Jacques-Louis David

Referensi:

Al Syahrastani, 2011, Terjemah Al Milal Wal Nihal, Surabaya, Bisa Ilmu
Hatta, Mohammad, 2006, Alam Pikiran Yunani, Depok, UI Press
Russell, Bertrand,2007, Sejarah Filsafat Barat, Cet ke-3, Yogyakarta, Pustaka Pelajar
"Kebenaran tidak diperoleh begitu saja sebagai ayam panggang terlompat kedalam mulut yang menganga, melainkan dicari dengan perjuangan seperti memperoleh segala barang yang tertinggal nilainya."

  • Dzikir, Fikir & Amal Sholeh

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad

Responsive Ads Here